Laman

Rabu, 23 Mei 2018

How to Get

Bismillah....

Assalamualaikum wr wb sobat pejuang. Semoga senantiasa istiqomah dalam kebaikan, jangan pernah lelah untuk terus berbenah, hingga Allah ridho.

Insyaallah kali ini saya ingin berbagi pengalaman how to get buku kuning not kartu kuning ya...😊😊

Di Indonesia buku kuning ini bisa didapatkan ketika kita sudah melakukan vaksinasi miningitis dan biasanya masa berlakunya 2 tahun saja. Vaksinasi miningitis akan menjadi wajib bagi para calon jamaah umroh/haji atapun bagi para pekerja indonesia yg placementnya di sekitaran timur tengah.

Well, disini saya ingin berbagi pengalaman saya pada saat melakukan suntik miningitis ini. Kebetulan saat ini saya berdomisil di bogor, jadi tempat terdekat yang menyediakan pelayanan vaksinasi ini adalah rumah sakit Pusat Otak Nasional atau lebih dikenal dengan RS PON.

untuk mendapatkan nomor antrian, kamu harus sudah berada dilokasi paling lambat jam 06.00, langsung temui petugas/satpam untuk meminta nomor antrian khusus untuk layanan vaksinasi. Biasanya antrian hanya ditulis dibuku terlebih dahulu, baru sekitar jam 07.00 no antrian yg sebenarnya dibagikan.

Setelah itu naik ke lt.2 utk verifikasi dokument berupa pas poto 4x6, copy passport, copy ktp masing2 1 lembar dan formulir. Setelah verifikasi bayar ke kasir dan tinggal menunggu dipanggil untuk suntik. Setelah suntik, buku kuning pun ada di tangan. Selesai.  Mudah bukan, insyaallah dimudahkan.. Selamat berjuang, semoga ibadahnya lancar dan berkah...😊😊😊

Jumat, 17 Oktober 2014

PRIORITAS

Tarbiyah, kata itu seolah tidak terpisahkan dengan kehidupanku sejak 6 tahun silam. Ya, sejak mengenalnya, hidupku berubah hampir 360 derajat alias berubah total. Sejak mengenalnya pula, aku dipertemukan dengan orang-orang hebat. Yang menghabiskan harinya hanya untuk dakwah. "Setiap gerak kita, setiap langkah kita niatkan untuk dakwah, sekecil apapun itu", ucap seorang ustadz dalam suatu daurah beberapa tahun silam.


Dan tarbiyah pun memberi banyak keajaiban dalam hidupku, yaa...setidaknya menurutku. Pernah satu kali, saat aku duduk di sem 4, 2 minggu sebelum ujian akhir semester aku mendapat 'perintah' untuk mengikuti DM2 atau pelatihan kepemimpinan tingkat 2 pada organisasi yang kugeluti. Awalnya aku ingin menolak, aku tidak memiliki banyak waktu untuk membuat karya ilmiah sebagai salah satu syarat mengikuti pelatihan ini, belum lagi tugas kuliah yang menumpuk, makalah-makalah yang antri untuk diselesikan yang sudah menjadi adat istiadat dikampusku dimana ketika menjelang ujian banyak tugas dadakan yang harus segera diselesaikan.

Tapi yang kudapat adalah perintah, maka sami'na wa atho'na pun kupilih. Toh, memang seperti inilah dakwah, pengorbanan adalah suatu keniscayaan. Dengan senang hati, aku terpaksa membolos beberapa mata kuliah. Bahkan pada beberapa mata kuliah yang crusial. Sebagai mahasiswa yang baik, akhirnya kuputuskan membawa beberapa buku mata kuliah yang akan diujikan di hari senin.

3 malam 4 hari ditempa pada pelatihan DM2, jangankan membaca buku matkul, membukanya saja tidak sempat. Bahkan kami hanya bisa beristirahat 2-3 jam perhari. Ahad, tepatnya pukul 9 malam aku sampai dikosan sepulang dari pelatihan. Kupaksakan badan yang sudah remuk redam mencuci beberapa pakaian, maklumlah, jumlah pakaian yang kukunya sangat terbatas, jika tidak mencuci malam ini, besok aku tak kan bisa mengikuti ujian. Heeeeee.

Ya, tepat pukul 12 malam akhirnya akupun bisa istirahat. Kuraih buku psikologi klinis, berharap bisa membacanya sebagai bekal ujian besok. Pukul 5.10 aku baru terbangun, kelelahan membuatku bangun kesiangan, dan ternyata buku psikologi klinis ini hanya menjadi bantal semalaman. Aku sempat panik, ini pertama kali aku ujian tanpa tau apa isi buku yang sudah kumiliki beberapa bulan yang lalu. Yang kutau, didalamnya banyak istilah psikologi yang harus kuhapalkan.

Mengambil ujian susulan terlalu berisiko, akhirnya kuputuskan tetap menghadapi ujian dengan apa yang ku punya, atau lebih tepatnya tanpa bekal apapun kecuali keyakinan atas pertolongan Allah. Hee.

Tiiiiiiiittttt, suara yang memekakkan telinga itu pertanda ujian akan dimulai. Dan aku hanya sempat membolak balik buku sambil membaca beberapa lembar yang sempat kubaca. Buku tebal ini, tak mungkin sempat kubaca semua, bahkan untuk membolak baliknya saja mungkin tidak sempat. Apalah daya, soal dan lembar jawaban sudah di depan mata. Mau mencontek, aku sudah terlanjur berjanji pada diriku sendiri untuk tidak mendekati dunia percontekan.

Kutatap lekat soal demi soal, tak ada yng bisa kumengerti. Nihil pikirku. Kucoba bersemedi mengharap ada ilham, akhirnya akupun sempat tertidur sesaat, mungkin juga karena masih kelelahan, heeeheee.

Aku terbangun, dan waktu yang kumiliki tinggal 30 mnt. Di sinilah keajaibanNya kurasakan. Mungkin. Setelah membaca ulang kembali soalnya, ternyata sebagian besar soal yang ada tepat dengan materi yang kubaca. Beberapa lembar materi itu ternyata adalah soal yang tertuang di kertas ini. Akhirnya dengan ingatan yang samar-samar kujawab soal demi soal, hingga akhirnya aku mendapat nilai yang bahkan tidak kuharapakan, A.

In tansurullaha yansurkum, janji Allah itu memang nyata.

^Kutulis disela-sela penantian mutarobbi yang tidak kunjung datang karena kesibukan kuliah dan atau kerja. Mencoba mengingatkan diri kembali arti sebuah pertemuan dalam lingkaran atas nama cinta pada Ilahi.

Ahad, 05 oktober 2014

Minggu, 29 Juni 2014

Diantara Hikmah dan Ujian



Bismillahirrahmanirrahim….

“Dan mereka (orang-orang kafir) membuat tipu daya, maka Allah pun membalas tipu daya. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya” QS. Ali Imran : 54

Ijinkan saya menyapa kalian dengan gan (kayaknya lagi ngetrend tuh sebutan ‘gan’_teng), gan setiap kita memang harus bersabar atas fitnah yang dituduhkan untuk jama’ah ini. Setiap melihat berita baik itu di TV atau media online, jujur, saya sendiri merasa ingin angkat senjata sambil teriak “woiiii…..tidak usah banyak omong, kalau berani sini loooo…..”, ala anak ABG yang sedang dipuncak emosional. Gan, fitnah ini benar-benar-benar menusuk, siapa yang matanya tidak menangis mendengar hujatan-hujatan pedas dari orang-orang yang tidak berilmu.

Teringat do’a indah sang Rasul, kekasih yang saat ini sangat dirindui kehadirannya, “ya Allah tunjukkanlah kepadaku segala sesuatu seperti apa adanya” dalam arti lain “agar aku tidak tertipu oleh apa yang sepertinya terlihat”.
Benar, di zaman ini, di masa ini, terkadang mana yang benar dan mana yang salah sering terbolak-balik sehingga bagi sebagian orang dengan mudahnya langsung percaya apa yang ia lihat dan dengar, jadi, yuuukkk berdo’a sebagaiman Rasul berdoa.

Menonton tayangan pidato ustad. Anis Matta, mengingatkanku kembali akan sebuah hadits Nabi tercinta Hati-hatilah dengan Firasat orang yang beriman, karena dia melihat dengan Nur Allah
Ingat, ketika Anas bin Malik ra says “ketika saya memasuki rumah Usman bin Affan ra, diperjalanan saya berjumpa dengan seorang wanita, lantas melirik ke arahnya dengan tajam dan memperhatikan kecantikannnya. Maka, ketika saya datang, Ustman berkata, ‘salah seorang dari kalian datang sedangkan bekas-bekas zina tampak di matanya. Tidak tahukah engkau bahwa zinanya mata adalah memandang? Hendaklah kamu bertobat dengan sungguh-sungguh, atau jika tidak aku akan menghukummu dengan ta’zir!’
Maka ia (Anas ra) bertanya, ’adakah wahyu turun sepeninggal Nabi?’
Ia (Ustman ra) menjawab, ‘tidak, melainkan bashirah (ketajaman hati), burhan (arguman yang kuat), dan firasat yang benar.”
Gan, mereka memang bukan Nabi apalagi malaikat yang tidak punya dosa, tapi mereka hanyalah manusia yang tidak pernah lepas dari fitrahnya sebagai manusia, lupa dan alpha, tapi lagi-lagi saya meyakini, jama’ah ini adalah jama’ah orang-orang yang ingin senantiasa berusaha memperbaiki diri, mendekatkan diri pada Tuhannya, jama’ah yang InsyaAllah selalu disertai malaikat-malaikat Allah karena setiap aktifitasnya selalu dimulai dengan kalam Allah, Al-Qur’anul Karim.

Allahua’lam…
02 Feb 2013
_Memperbaiki hati yang terluka_ 

Minggu, 30 Maret 2014

Ikhlas Berbuah Keindahan



Ia sudah memutuskan kemana arah ia akan melangkah,
Bersama angin kini ia perlahan menghilang dalam kabut kesucian,
Langit pun mencinta atas indahnya langkah dalam tasbih kepasrahan,
Dan dalam pelukan kesabaran,
Ikhlaspun merangkulnya dalam haru biru insan di ujung jalan,
Dalam sepi yang berbatas kini ia belajar untuk merelakan

At DM1 Batam, 03 Nov 2013

Sabtu, 22 Maret 2014

Don’t worry girls!!!



7 Juni 2010
Tidak seperti biasanya, hari ini aku serasa dilindungi oleh ribuan bodyguard, tapi jangan heran kalau aku dan kamu berpapasan tak akan ada satu bodyguard-pun yang kan kau temukan. Yah, tapi memang itulah yang kurasakan saat pertama kali menggunakan jilbab secara syar’i, jilbab yang benar-benar menutupi auratku yang kupadankan dengan pakaian longgar. Ribet?? Awalnya memang iya, tapi rasa aman dan nyaman mengalahkannya. Suer!!!.
***
“Brinaaaaa……..!!!”
Teriakan Zizi spontan menyuruh otakku untuk secepat mungkin menutup catatan harian yang baru pertama kali kumiliki. Matanya masih terus melotot, beruntung ia bermata sipit, jadi sekuat apapun tenaganya membelalakkan mata sipitnya tetap saja tidak membuatku berespon, akhirnya ia merubah stimulusnya dengan senyum keherenan yang sedikit menggoda, barulah aku berespon dengan cubitan yang mendarat di lengannya.
“Akhirnya……jilbab itu bertengger juga dikepalamu Na, terus si Doli, Alghi, Riky kamu apakan?” aku tersenyum lembut yang dibalas ledekan oleh Zizi.
“Tumben putri Batak bisa senyum manis dan lembut, biasanya senyum sadis yang mengiris dan menggetarkan hati pengemis, is..is..is..hehe….”
“Zi…Zi..lama sudah kita bersahabat, masa’ Zi tidak bisa memperkirakan apa yang Brina lakukan?” suaraku hanya sedikit meninggi.
“Mmmm, mulai deh bataknya keluar, ngomong baik-baik saja seperti berantem, gimana kalau berantem beneran ya?” lagi-lagi dengan terpaksa kusuguhkan senyuman sadisku agar Zizi berhenti berkomentar.
 “Ziziku tersayang…..Riky itu sudah kuputuskan enam bulan yang lalu, dasar dianya gak bisa jauh dari Brina. Doly dan Alghi akhirnya kuputuskan minggu lalu, tapi tenang Zi, kali ini Brina pake cara kelembutan, kalau Riky kuputuskan secara tidak terhormat dengan langsung menggandeng Alghi dihadapannya, kali ini aku meminta maaf secara live dihadapan Doly dan Alghi secara bersamaan. Marah?? Pastinya mereka sangat marah. Marah karena aku telah mendua tanpa sepengetahuan mereka. Hahahah. Tapi kalau mereka saling tau namanya poliandri donk, hehe….
 Tapi tetap saja sifat asliku yang cuek dan masa bodo membuatku pergi meninggalkan Doly dan Alghi yang masih marah dan menagih penjelasan. Uffhh……aku dengan santainya berjalan menjauh dan meninggalkan mereka yang kebingunngan bin keheranan atas sikapku yang menurut mereka datang secara tiba-tiba. Oh iya, aku masih bisa melihat coklat Silver Queen-nya Doly di balik tasnya, bukannya ke-GR-an ya, coklat itu awalnya pasti untukku, tapi ketika aku menoleh kebelakang sesaat setelah meninggalkan Doly dan Alghi aku melihat coklat itu sudah mendarat di mulut atau bahkan sudah nongkrong di perut Doly dan Alghi, coklat yang seharusnya jadi milikku itu sudah kuikhlaskan untuk Doly dan Alghi, biarlah mereka melahapnya hingga tak bersisa, yang penting mereka senang dan akupun bahagia.”
Zizi manggut-manggut yang diteruskannya dengan geleng-geleng. Tafsiranku Zizi setuju dengan keputusanku untuk tegas memutuskan hubungan semu dengan Alghi dan Doly dan terus menjalankan niat baikku untuk menggunakan jilbab syar’i, tapi Zizi juga tidak setuju dengan caraku yang sedikit sadis yang hanya mengucapkan “maaf, Doly Alghi kita putus” dan langsung meninggalkan dua sejoli itu. Tapi kok sepertinya Zizi jadi seperti anak dugem, angguk-angguk terus geleng-geleng, beruntung Zizi tak memainkan telunjuknya diatas kepala, kalau iya, wah sudah seperti anak dugem beneran, hehe…tapi gak juga sih, Zizi kan menggunakan jilbab, lagian wajah ayunya tidak cocok untuk jadi anak dugem.
Untuk kesekian kalinya aku tersenyum dengan senyuman yang benar-benar manis. Ingat!!! Manis bukan sadis hingga anggukan dan gelengan kepala Zizipun berhenti dan secara tiba-tiba dengan terburu-buru Zizi berdiri dan langsung pergi meninggalkanku sambil berucap “ihhhhhhhhhh…..benar-benar sadis…!!!”
Ufffhhh senyum semanis ini masih dibilang sadis? Luar biasa rabun si Zizi, mata sudah empat kok kayaknya masih kurang. Kubuntuti Zizi dari belakang, upss.. ternyata dosen kami sudah masuk.
***
Perkataan Zizi terbukti sudah, Zizi selalu mengingatkanku untuk tetap istiqamah dengan ujian yang pasti akan datang. Aku teringat salah satu ayat Al Qur’an yang sering dibacakan Zizi untukku, bahwasanya Allah akan menguji hamba-hambanya untuk melihat kualitas ketaqwaannya. Dan sekarang aku benar-benar merasakannya.
Bukan hanya teman-temanku saja yang mungkin masih sedikit kaget atas perubahan gaya jilbabku sehingga mereka mungkin menjadi segan untuk menegur atau hanya sekedar berbincang-bincang seperti dulu. Bukan hanya Doly dan Alghi yang terus menerorku dengan sms-sms rayuan ala playboy cap teri, ya jelas tak mampan untuk mantan playgirl cap kakap. Tapi Ibu, sepertinya Ibu shock melihat jilbab ‘lebar’ yang kukenakan. Bahkan untuk memelukku setelah 3 bulan tak berjumpa sepertinya ibu ragu atau tidak yakin kalau gadis manis dihadapannya itu adalah aku, Brina Siregar. Kedatangan ibu ke Medan kali ini untuk membesuk anaknya yang berada diperantauan dalam rangka menuntut ilmu ini menjadi lebih berwarna. Ibu lebih banyak memandangiku dari pada memeluk atau menciumiku seperti biasanya, berbeda dengan Pak Regar, ayahku. Ayah malah lebih bersikap ‘manis’ melihat perubahanku walaupun tidak terang-terangan membelaku.
Di kontrakan kecil seperti ini, suara bisikanpun tetap kedengaran. Aku yang terlebih dahulu masuk kamar untuk istirahat ternyata tidak mampu memejamkan mata, bukan karena galau atau bimbang, tapi aku sedang berkonsentrasi penuh mendengarkan diplomasi ayah terhadap ibu mengenai perubahanku disela-sela TV yang masih bercuap-cuap menemani ayah ibu, jadi aku harus konsentrasi untuk bisa mendengarkan mana perbincangan ayah ibu dan mana perbincangan sinetron dalam TV.
Selesai sholat subuh, aku masih terngiang dengan perkataan ibu yang mengatakan penampilanku seperti terorislah, aliran sesatlah, yang fanatiklah blablabla….., waduuh kepalaku nyut-nyut kalau mengingatnya, bu…bu, jauh nian pikiranmu.
Hari ini minggu, aku membantu ibu belanja oleh-oleh buat adik-adik di kampung, setelah itu kami akan langsung meluncur ke loket bus ALS, bus inilah yang  nantinya akan mengantarkan ayah ibu sampai ke kampung halaman. Aku sempat mempertanyakan penampilanku pada ibu sesampainya di loket yang penghuninya rata-rata sudah kukenal karena mereka berasal dari kampungku juga, ibu tersenyum saat kukatakan apakah hari aku terlalu cantik sehingga semua mata seolah-olah tertuju padaku. Ibu hanya mengatakan jilbabkulah yang menjadi penyebabnya. Aku positif thinking saja, segitu mempesonanya kah diriku dengan jilbab ini sehingga semua mata tertuju padaku, hanya itu yang ingin kutafsirkan. Titik.
***
            Baru sebulan aku mengenakan jilbab dengan benar, rasanya benar-benar nikmat berjuang untuk terus mempertahankannya sambil terus memahamkan teman-teman tentang perubahanku, perubahan ini tidak boleh memutuskan tali silaturahim tekadku kuat ketika sebulan terakhir ini aku belum juga mampu untuk kembali mengikat tali silaturahim yang mungkin menurut mereka terputus karena perbedaan prinsip kami sekarang, bersyukur masih ada Zizi yang selalu menguatkan.
….Kau mujahidah Al Khansa di abad ini
Didiklah generasi penerus perjuangan para nabi….
Senandung Nasyid dari Suara Persaudaraan ini menandakan ada sms masuk. “Asslkm…Brina. Tadi siang aku dan Doly iseng jalan-jalan ke kampusmu, tidak disangka kami melihatmu dipelataran Masjid. Sekarang kami mengerti. Kita masih tetap friend kan? Alghi.”
Secepat kilat kubalas sms Alghi dengan sedikit banyolan “Wlslm…anda orang yang beruntung, pendaftaran belum ditutup dan anda diterima sebagai teman dari saudari Brina Siregar. Hehe…”
Orang yang tidak masuk hitungan untuk mengikat tali silaturahim kembali malah yang duluan menyambungnya. Mmm, syukurlah satu bebanku terselesaikan sudah. Rasa bersalahku terhapus sudah. Teman-temanku? mungkin mereka hanya perlu beradaptasi dengan perubahan ini dan aku juga sedang beradaptasi dengan perubahanku sendiri, aku mengenakan simbol seorang muslimah sekarang, aku tak ingin dikatakan beragama islam tapi tak muslim.
Ujian akhir semester sudah selesai, saatnya pulang kampung. Dalam bus ALS yang kutumpangi nasihat dari guru ngajiku terus terngiang-ngiang. “Brina….berbuatlah sebelum berbicara/berdakwah” itu artinya aku harus menunjukkan action dulu sebelum bercuap-cuap.
Udara dingin mulai menusuk tulang belulangku, ini pertanda sebentar lagi aku akan sampai ke tujuan, kampungku yang membekukan. Seperti biasa aku disambut gembira oleh adik-adikku tetapi lebih tepatnya oleh-olehku lah yang mereka sambut, dasar anak ABG. Tapi kali ini mereka sempat tercengang melihat jilbab yang kukenakan sama seperti ibu ketika pertama kali melihatku.
Seperti strategi Rasulullah yang menawarkan Islam langsung ke raja-raja atau penguasa maka akupun menjadikan Ibu sebagai target utama, karena ketika Ibu sudah sepaham denganku atau menerima prinsip yang kupegang maka ibu akan mendorong adik-adik untuk sama seperti aku. Maka ku berazam akan memulainya dengan perbuatan baru kemudian perkataan.
Yang dulunya subuh hampir selalu kesiangan, sekarang aku harus bisa bangun lebih dulu dari ibu, yang dulunya harus menerima perintah dari ibu baru kumulai bekerja sekarang tanpa disuruh pun aku mulai bekerja, dari cuci piring hingga cuci piring kembali. Begitu setiap hari. Ternyata jadi anak baik itu menyenangkan, disamping mendapat pahala, aku juga diamanahkan menjadi asisten ibu selama libur semester ini, aku diajari cara me-manage uang belanja keluarga bahkan sekarang pendapatku sangat dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan yang bersangkutan langsung dengan keadilan dan kesejahteraan keluarga ini. Prestasi yang luar biasa!!!.
Selidik punya selidik, ibu sepertinya mulai menghapus pikiran-pikiran negatifnya mengenai jilbabku, malah ibu sempat memujiku di depan adik-adik. Kata Dhika adikku, ibu bilang aku semakin dewasa dengan jilbab, semakin sabar menghadapi kenakalan Dhika CS, dan semakin mengerti kewajibannya sebagai anak, blablabla….., Dhika sampai lupa apa-apa saja yang dikatakan ibu sangkin panjangnya komentar dan nasihat yang ibu berikan. Kebiasaan ibu memang tidak pernah berubah, sekali berkhutbah di depan anak-anaknya bisa sampai sejam. Ibu yang luar biasa.
Tidak terasa libur panjang selama sebulan lebih sudah berakhir, kuciumi adik-adikku satu persatu, ku peluk ibu dan ayah sesaat sebelum kulangkahkan kaki menuju bus ALS, ternyata ibu menangis, dengan suara parau ibu berpesan “nanti ketika adikmu sudah kuliah di Medan, ajak dia untuk ikut ngaji agar dia bisa seperti kamu”, tanpa menunggu aba-aba dari yang empunya, air mataku berjatuhan dengan derasnya. Ayah hanya tersenyum melihat dua wanita yang ia cintai saling tangis menangisi. Kupeluk ibu erat, rasanya tak ingin kembali ke perantauan, senja itu adalah senja terindah dalam hidupku. Kudapat restu dari ibu dan ayah. Aku semakin yakin dengan pilihanku, pilihanku untuk menggunakan jilbab sesuai syariatNya. Aku sungguh mencintaiMu Rabb, teriakku dalam hati.
Hari yang cukup melelahkan setelah semalaman dalam perjalanan. Hari ini ingin kuhabiskan waktu di rumah saja, selain bersih-bersih aku juga tak ingin beraktivitas terlalu banyak, ingin tidur lebih awal agar aku bisa menemuiNya disepertiga malam, sungguh aku benar-benar ingin menemuiNya, mengucap syukur dan melepaskan tangis bersamaNya. Mengucap syukur atas kemudahan dan kekuatan yang diberikanNya, mengucap syukur atas hidup sebagai seorang muslimah yang baru.
Semester baru dan baju biru yang kukenakan cukup matching untuk suasana hatiku yang lagi haru biru karena bahagia. Zizi menjadi orang pertama yang mendengar berita bahagia ini.
“Tapi ingat ya Brinaku sayang, semakin tinggi pohon maka anginnya pun semakin kencang, semakin tinggi keimanan seseorang maka ujiannya pun akan semakin berat. Itu untuk membuktikan akreditasi keimanan kita” ucap Zizi dengan gaya ala penyair yang berapi-api.
“Iya…iya…” jawabku ketus yang dibalas Zizi dengan tawa kecilnya.
…kau mujahidah Al Khansa di abad ini
Didiklah generasi penerus perjuangan para nabi….
Lagu kesukaanku mulai terdengar, tanda ada sms masuk.
Private number???
“Assalamualaikum ukhti Brina yang sholeha….. Sungguh engkaulah wanita dengan sejuta pesona itu, semakin mempesona dengan jilbab yang kau kenakan sekarang. Ana hanya ingin mengatakan, uhibbuki fillah.
_’Sang pejuang cinta’ your secret admire_”
Gubraaaaaaak……kadal dikadalin, ya ndak mampan. Laki-laki memang sama saja, tukang gombal hanya beda redaksinya saja, substansialnya sama, gombal!!!
Tapi kok sepertinya hatiku cenat-cenut, inikah ujian selanjutnya??. Don’t worry Brina, Allah selalu bersamu.


Medan, 23 April 2011
#Junkusay







Coretan Hati Seorang Ukhti….



Januari  2007
Entah apa yang sedang merasuki hati ini, ry aku takut akan bercak-bercak merah jambu itu. Kuingin semuanya pure hanya untuk Allah, aku adalah seorang murobbi yang sering menekankan agar  tetap menjaga  jarak dengan ikhwah karena ketakutanku yang  teramat besar akan banyaknya kader yang insilah cuma gara-gara satu kata ‘cinta’. Ry, aku hanya tidak ingin adik-adik mutarobbiku menjadi salah satu yang terjangkit virus merah jambu itu yang pada akhirnya dapat menimbulkan noda-noda hitam dihati kecil kami. Ry, sekarang baru kurasakan bagaimana virus itu menjangkitku dan menggerogoti hati kecilku secara perlahan tapi pasti dan tanpa kusadari hingga akhirnya aku menemukan namanya tergantung secara otomatis di otakku.

Di akhir bulan yang sama, akhir Januari 2007
Sekarang nama itu tidak hanya sekedar tergantung tetapi sudah tertancap kuat di otakku sehingga pikiran ini sering tertuju padanya. Kutilik-tilik apa sebenarnya penyebab dari semua ini?.
Mmhhh….semua berawal dari diskusi untuk memajukan dakwah, sharing seputar hambatan dan tantangan, saling tolong menolong, semuanya untuk dakwah. Kelihatannya ukhuwah itu semakin terasa indah tapi kenapa dampaknya bisa seperti ini?. Kucoba flashback kebelakang, oh…God, ternyata...Saat itu baru kurasakan akan beratnya cobaan, ujian dakwah, sepertinya tidak ada seorangpun dari sahabatku yang mampu memberikan solusi hingga dengan tanpa sengaja ia memberikan tips-tips jitu yang sebenarnya hanya untuk memotivasiku tapi kurasa itu mampu mengurangi beban yang menggunung di pundakku. Sepertinya syetanpun sudah mulai bermain. Yah….itulah awal dari semua ini. Mungkin.

Februari 2007
Lagi dan lagi… nama itu masih saja menempel. Segala usaha sudah kukerahkan dengan sekuat tenaga. Tetapi kenapa? Kenapa tidak ada perubahan sedikitpun? Atau ada yang salah denganku? Atau usahaku yang belum maksimal? Sebenarnya rasa ini apa? Cinta? Simpati? Atau hanya sekedar kagum saja? Entahlah…akupun tak ingin terlalu larut memikirkannya. Kurasa lebih baik bagiku untuk segera berwudhu dan menunaikan sholat, seruanNya telah terdengar satup-sayup dari masjid tua yang penuh dengan kenangan bagiku.

17 februari 2007
Ry, kok bisa jadi beginiiiii? Aku menangis sejadi-jadinya.
Apakah hati ini sudah terlalu kotor sehingga lama kelamaan aku mulai menikmati cintaku padanya, malah aku mulai memelihara cinta semu yang belum tentu jadi milikku. Ry, jauh di lubuk hatiku yang terdalam aku tidak menginginkan ini semua, aku rindu saat-saat bercinta denganNYA, aku rindu saat-saat bersama dengan sahabat-sahabatku dan merasakan manisnya ukhuwah. Aku rindu ry, aku rindu……
Bantu aku untuk menghentikannya. Fitrahkah ini?. Sungguh ujian fitrah yang menyakitkan.

Maret 2007
Alhamdulillah ry, sekarang aku sudah mulai bisa mengontrol perasaanku yang tidak jelas arahnya ini. Aku senang bangat ry, seperti menghirup udara segar di daerah pegunungan setelah bertahun-tahun berada di daerah perkotaan yang full polusi. Alay deh, hee….tapi benar, aku sangat sangat sangat bahagia, kalau orang bule kata really so….happy.
Beberapa bulan kedepan sepertinya aku akan sangat sibuk ry, maklumlah tahun ajaran baru_the time for recruitment. Akan banyak bibit-bibit baru yang perlu disirami agar kelak bisa menjadi tumbuhan yang unggul dan bermanfaat.
Masalah cinta, cinte, cinto atau apalah, buang jauh-jauh ah….banyak hal yang jauh lebih penting. DAKWAH ILALLAH



April 2007
Persiapan penyambutan mahasiswa baru, perkenalan organisasi dan tentunya rekrutment menjadi agenda utama yang akan selalu kami syurokan dua bulan ke depan. Dia ry, dia, dia dan dia. Kepalaku sampai nyut-nyut memikirkan cara untuk menghindarinya.
Diskusi setiap hari dengannya sebenarnya selalu kuhindari, tapi tidak mungkin aku harus menghindar selamanya ry, alasan apalagi yang akan kuutarakan. Dia, dia, dia… namanya mulai memasuki otakku lagi ry, aku berontak, aku tidak rela kalau hati dan otakku ini diduduki oleh namanya lagi. Aku tidak rela…sama sekali tidak rela…!!!
Mungkin karena aku terlalu bahagia dan terlalu yakin bahwa namanya sudah betul-betul hilang dari  benakku, ternyata tidak, malah kebalikannya, semakin dalam. Rabb, cobaankah ini? Apa ini bentuk ujian yang Engkau berikan untuk hamba? Kukira akan mudah bagiku menghadapi ujian seperti ini. Aku terlalu sombong.

Juni 2007
Hatiku sakit ry, sakit…sakit….sakit sekali, sakit karena mencintai seseorang sebelum saatnya, sakit karena tiap hari aku harus berusaha sekuat tenaga untuk mengikis rasa ini dan yang paling sakit karena aku sudah menghianati cintaNYA, alpa dalam mengingatNYA, lupa untuk memujiNYA, dan tidak hadir untuk menjumpaiNYA di sepertiga malam. Aku rindu ry, aku rindu dengan indahnya sujud, merasakan kenikmatan menemuiNYA dalam keheningan malam…
Aku rindu, rindu yang terdalam yang kupunya…

Masih di bulan yang sama, Juni 2007
Disela-sela syuro tadi beliau bilang kalau ia mungkin akan pindah kota, maklumlah beliau kan baru saja menyelesaikan kuliahnya meski belum diwisuda, dengan nada bercanda tapi entahlah itu serius atau tidak, yang jelas aku sedikit merasa lega karena tidak akan berjumpa dengannya lagi dan yang pastinya akan memudahkanku untuk melupakannya, tapi ry dibalik itu semua sebenarnya aku merasakan ada sesuatu yang menusuk hati ini ketika mendengar statementnya untuk pindah kota. Cukup sakit ry. Tapi kuselalu yakin Allah akan memberikan yang terbaik bagiku.

Agustus 2007
Di keheningan malam saat berjumpa dengan Rabbku, ditemani rintik-rintik hujan, sama seperti mataku yang mengeluarkan rintik-rintik air mata dari tadi.
Setelah “menghilang” selama dua bulan, tadi siang aku melihat Akh Zaki bersama seorang perempuan berjilbab. Aku kenal baik dengan beliau, tidak mungkin akh Zaki melakukan perbuatan yang dilarang agamanya tapi tidak mungkin juga itu adik atau saudaranya, tatapan akh Zaki pada perempuan itu, perempuan yang akupun belum pernah melihatnya sebelumnya. Aku hampir suudzon ry, beruntung Tari cepat menyadarkanku dari lamunan-lamunan syaiton. Akh Zaki menggandengnya menuju ke arahku dan Tari. Aku semakin shock ry melihat Akh Zaki menggenggam tangan perempuan yang namanya baru kuketahui_mbak Zahra, berbeda dengan Tari, ia hanya tersenyum simpul menandakan kebahagiannya untuk akh Zaki.
Tanpa basa-basi akh Zaki mengenalkanku pada mbak Zahra, akhwat yang sudah menjadi istri akh Zaki dua minggu yang lalu, secepat kilat kusembunyikan kegugupanku dengan senyuman dan bersalaman dengan mbak Zahra, ia tersenyum lembut padaku, cantik, secantik namanya Zahra.
Tari sahabatku, sepandai-pandainya aku menyembunyikan perasaan, ia tetap mengetahuinya. Tari heran melihat kegugupanku, untungnya aku bisa sedikit bersilat lidah hingga akhirnya Tari tidak mengetahui perasaanku yang sebenarnya, aku hanya mengatakan kalau kegugupanku itu karena surprise melihat akh Zaki sudah menikah. Taripun minta maaf karena lupa mengabariku perihal pernikahan akh Zaki, sebenarnya beliau sudah memberitahukannya seminggu sebelum pernikahan disaat syuro. Dan saat itu aku tidak bisa berhadir karena ada kuis dadakan di kampus.
Ry, aku sedih atau mungkin juga terluka. Namun kuyakin ia bukanlah yang terbaik untukku, kuyakin juga nun jauh disana, di negeri antah berantah atau entah dimanapun itu sudah ada seseorang yang mempersiapkan dirinya untuk menjemputku, dan selayaknyalah untukku sekarang untuk mulai menata hati dan terus memperbaiki diri. Inilah jalanku. Ikhlaslah duhai jiwa. Senyumku tak kan pernah hilang.

September 2007
Di tengah rutinitas dan amanah dakwah yang menggunung, di tengah tugas-tugas yang belum juga kuselesaikanku dan masih banyak hal lagi yang harus diselesaikan, ah….tak ingin ku mendatanya satu persatu, ku tinggalkan duniaku untuk sementara. Tidak seperti malam-malam sebelumnya, malam ini ku ingin tidur lebih awal, karena ku ingin menjumpai sang Kekasih di sepertiga  malam dengan wajah yang cantik (hehe…) dan dengan pikiran yang tenang.
***
Tanpa kusadar air mataku sudah menetes secara perlahan namun pasti, kuadukan segala gundah gulana, hati yang nelangsa, pikiran yang tak menentu, apapun itu, ku ingin Ia tau bahwa aku disini sangat membutuhkan pertolonganNya, sangat membutuhkan dekapanNya.

Desember 2007
Tak ada yang istimewa yang ingin ku tuliskan untukmu ry, semua kegiatanku berjalan normal tanpa hambatan bagaikan bus yang melintas di lalu lintas yang lengang. Mmmmm…..entahlah ry, Allah selalu memberiku kemudahan tapi kenapa aku malah gak nyaman ya ry, aku selalu teringat kata-kata tari “jika engkau masih diberikan cobaan atau ujian itu berarti Allah masih menyayangi dan mencintaimu, Ia ingin kamu bisa menjadi manusia yang lebih baik dan bisa naik peringkat dengan ujian yang diberikanNya. Dan khawatirlah ketika kamu tidak menjumpai kesulitan dalam gerak langkahmu, bisa jadi Allah tidak mempercayaimu atau bahkan tidak mencintaimu, naudzubillah min dzalik…”. Kata-kata ini yang meresahkanku ry, dikasi ujian akunya nangis-nangis, tak dikasi ujian seperti ini juga akunya sedih. Mmmmm…dasar manusia, tak pandai bersyukur. Istighfar….istighfar…..


Mei 2009
Alhamdulillah ry, akhirnya aku wisuda juga. Alexa Lovato, S.Psi, senangnya sudah menyelesaikan studiku. Alhamdulillah, usahaku tidak sia-sia, aku menjadi lulusan terbaik untuk tahun ini ry. Oia aku lupa bilang kalau aku juga sudah bekerja di salah satu perusahaan ternama di kotaku. Satu lagi ry, InsyaAllah September ini aku akan menyempurnakan separuh agamaku, (kalau ada yang mau, hehe..)

Juli 2009
Maha Penyayangnya Allah, tak banyak berharap doaku terkabul tapi Allah punya rencana untukku. Tadi siang ustadzah Afni menyerahkan map yang akupun tak tau isinya sampai sekarang tapi yang jelas semua yang ada dalam map itu adalah tentang seseorang yang kata ustadzah ingin mengkhitbahku. Aku sudah berniat tak akan membuka map itu sampai ijab qabul nanti, masa laluku membuatku sedikit kaku, tak ingin ku mencintai seseorang yang belum betul-betul resmi menjadi suamiku jadi kuputuskan untuk menutup rapat-rapat map itu, yang kutau ia bernama Annur dan ia seorang yang sholeh, begitu kata ustadzah ketika memberikan map itu kepadaku. Aku hanya memperbanyak shalat malam dan istikharahku dan tak lupa, meminta doa dari sepasang insan yang paling mencintaiku, ibu bapakku.

Akhir Agustus 2009
Dua minggu sebelum hari H, aku semakin yakin dengan pilihanku, Allahlah yang memberiku keyakinan sekuat ini, keyakinan yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Seluruh persiapan sudah selesai 90%.

09 September 2009, sejam sebelum akad
Aku dan rombongan tiba di sebuah masjid disamping gedung yang akan jadi tempat walimah. Tiba-tiba aku merasakan tenggorokanku kering, sangat kering sehingga tak ada air liur yang bisa kutelan, jantungku yang tadinya tenang dengan tasbihnya kini bagaikan pukulan beduk yang tidak beraturan, tanganku tak lagi bisa kukontrol, ia gemetar hebat, bahkan kakiku sangat sulit untuk melangkah. tak jelas apa yang sedang kurasakan saat itu. Saat dimana sebuah papan bunga yang kubaca berbeda dari yang lain. “Selamat Berbahagia, Alexa & Zaki, bla..bla…bla…dari Universitas Islam Medan.” Oh…tidak, mungkin aku hanya salah melihat, kusadar sekarang aku dalam keadaan puncak nervous, mungkin aku hanya berhalusinasi. Kutarik nafas dalam-dalam untuk memulai menenangkan pikiranku yang sudah amburadul.
Aku duduk manis dibagian perempuan yang terpisah dengan bagian laki-laki. Aku dapat melihat jelas ayahku nan gagah yang sepertinya sudah sangat siap untuk melakukan prosesi ini, beliau adalah salah seorang yang terus mendesakku untuk menyempurnakan separuh dienku, disamping ayah ada Bang Farid, Abang yang begitu berjasa dalam proses pra nikahku, dari mulai ta’aruf sampai segala pernak-pernik pernikahan. Aku menyerahkan semua keputusan pada Bang Farid dan tentunya Ayah dan Ibu.
Dan diantara keduanya, ada akh Zaki. Adakah bang Farid mengundangnya? Ataukah ia menjadi salah satu saksi pernikahanku? Oh….tidak. Papan bunga itu ternyata benar, ayah menggemgam erat tangan akh Zaki saat mengucapkan ijab. Aku hampir tak bisa mengendalikan diri untuk berteriak agar pernikahan ini dibatalkan, tapi tiba-tiba ibu memelukku dengan tangis bahagianya, aku baru tersadar ijab qabul ternyata baru saja selesai, hanya hitungan detik hidupku sudah berubah, aku masih merencanakan untuk membatalkan pernikahan tanpa berpikir kalau proses ijab qabul itu hanya berlangsung beberapa detik. Dan inilah aku sekarang, seorang istri. Yang bisa kulakukan sekarang hanyalah berusaha untuk tersenyum. Aku masih bisa tersenyum melihat kebahagian keluargaku terutama bang Farid yang rela bersusah-susah bahkan melepaskan proyek yang diimpi-impikannya hanya untuk mengurusi pernikahanku. Aku terlalu yakin akan bisa mencintai siapun yang akan menjadi suamiku. Ah…..apakah aku terlalu sombong dengan keyakinanku sendiri. Allah, ampuni aku. Kenapa ia datang disaat cinta tak lagi ada untuknya??? Dan aku tak melihat mbak Zahra berada diruangan ini, dimanakah ia???
Salahku jadi orang yang kurang peduli, Zaki adalah nick namenya Muhammad Annur, Zaki jugalah yang pernah singgah di diaryku. Mbak Zahra meninggal saat melahirkan anak pertama mereka setahun yang lalu. Belum bisa kumengerti skenario ini, ia datang ketika tak ada cinta untuknya, ketika kumencoba belajar untuk mencintai makhluk bernama Muhammad Annur.

Medan, 22 Mei 2011
#Junkusay