Tarbiyah, kata itu seolah tidak terpisahkan dengan kehidupanku sejak 6 tahun silam. Ya, sejak mengenalnya, hidupku berubah hampir 360 derajat alias berubah total. Sejak mengenalnya pula, aku dipertemukan dengan orang-orang hebat. Yang menghabiskan harinya hanya untuk dakwah. "Setiap gerak kita, setiap langkah kita niatkan untuk dakwah, sekecil apapun itu", ucap seorang ustadz dalam suatu daurah beberapa tahun silam.
Dan tarbiyah pun memberi banyak keajaiban dalam hidupku, yaa...setidaknya menurutku. Pernah satu kali, saat aku duduk di sem 4, 2 minggu sebelum ujian akhir semester aku mendapat 'perintah' untuk mengikuti DM2 atau pelatihan kepemimpinan tingkat 2 pada organisasi yang kugeluti. Awalnya aku ingin menolak, aku tidak memiliki banyak waktu untuk membuat karya ilmiah sebagai salah satu syarat mengikuti pelatihan ini, belum lagi tugas kuliah yang menumpuk, makalah-makalah yang antri untuk diselesikan yang sudah menjadi adat istiadat dikampusku dimana ketika menjelang ujian banyak tugas dadakan yang harus segera diselesaikan.
Tapi yang kudapat adalah perintah, maka sami'na wa atho'na pun kupilih. Toh, memang seperti inilah dakwah, pengorbanan adalah suatu keniscayaan. Dengan senang hati, aku terpaksa membolos beberapa mata kuliah. Bahkan pada beberapa mata kuliah yang crusial. Sebagai mahasiswa yang baik, akhirnya kuputuskan membawa beberapa buku mata kuliah yang akan diujikan di hari senin.
3 malam 4 hari ditempa pada pelatihan DM2, jangankan membaca buku matkul, membukanya saja tidak sempat. Bahkan kami hanya bisa beristirahat 2-3 jam perhari. Ahad, tepatnya pukul 9 malam aku sampai dikosan sepulang dari pelatihan. Kupaksakan badan yang sudah remuk redam mencuci beberapa pakaian, maklumlah, jumlah pakaian yang kukunya sangat terbatas, jika tidak mencuci malam ini, besok aku tak kan bisa mengikuti ujian. Heeeeee.
Ya, tepat pukul 12 malam akhirnya akupun bisa istirahat. Kuraih buku psikologi klinis, berharap bisa membacanya sebagai bekal ujian besok. Pukul 5.10 aku baru terbangun, kelelahan membuatku bangun kesiangan, dan ternyata buku psikologi klinis ini hanya menjadi bantal semalaman. Aku sempat panik, ini pertama kali aku ujian tanpa tau apa isi buku yang sudah kumiliki beberapa bulan yang lalu. Yang kutau, didalamnya banyak istilah psikologi yang harus kuhapalkan.
Mengambil ujian susulan terlalu berisiko, akhirnya kuputuskan tetap menghadapi ujian dengan apa yang ku punya, atau lebih tepatnya tanpa bekal apapun kecuali keyakinan atas pertolongan Allah. Hee.
Tiiiiiiiittttt, suara yang memekakkan telinga itu pertanda ujian akan dimulai. Dan aku hanya sempat membolak balik buku sambil membaca beberapa lembar yang sempat kubaca. Buku tebal ini, tak mungkin sempat kubaca semua, bahkan untuk membolak baliknya saja mungkin tidak sempat. Apalah daya, soal dan lembar jawaban sudah di depan mata. Mau mencontek, aku sudah terlanjur berjanji pada diriku sendiri untuk tidak mendekati dunia percontekan.
Kutatap lekat soal demi soal, tak ada yng bisa kumengerti. Nihil pikirku. Kucoba bersemedi mengharap ada ilham, akhirnya akupun sempat tertidur sesaat, mungkin juga karena masih kelelahan, heeeheee.
Aku terbangun, dan waktu yang kumiliki tinggal 30 mnt. Di sinilah keajaibanNya kurasakan. Mungkin. Setelah membaca ulang kembali soalnya, ternyata sebagian besar soal yang ada tepat dengan materi yang kubaca. Beberapa lembar materi itu ternyata adalah soal yang tertuang di kertas ini. Akhirnya dengan ingatan yang samar-samar kujawab soal demi soal, hingga akhirnya aku mendapat nilai yang bahkan tidak kuharapakan, A.
In tansurullaha yansurkum, janji Allah itu memang nyata.
^Kutulis disela-sela penantian mutarobbi yang tidak kunjung datang karena kesibukan kuliah dan atau kerja. Mencoba mengingatkan diri kembali arti sebuah pertemuan dalam lingkaran atas nama cinta pada Ilahi.
Ahad, 05 oktober 2014
insyaAllah Blog ini berisikan goresan pena dari seseorang yang sedang berusaha untuk memiliki sebuah pena menari....!!!
Jumat, 17 Oktober 2014
Minggu, 29 Juni 2014
Diantara Hikmah dan Ujian
Bismillahirrahmanirrahim….
“Dan mereka
(orang-orang kafir) membuat tipu daya, maka Allah pun membalas tipu daya. Dan
Allah sebaik-baik pembalas tipu daya” QS. Ali Imran : 54
Ijinkan
saya menyapa kalian dengan gan (kayaknya lagi ngetrend tuh sebutan ‘gan’_teng),
gan setiap kita memang harus bersabar atas fitnah yang dituduhkan untuk jama’ah
ini. Setiap melihat berita baik itu di TV atau media online, jujur, saya
sendiri merasa ingin angkat senjata sambil teriak “woiiii…..tidak usah banyak
omong, kalau berani sini loooo…..”, ala anak ABG yang sedang dipuncak
emosional. Gan, fitnah ini benar-benar-benar menusuk, siapa yang matanya tidak
menangis mendengar hujatan-hujatan pedas dari orang-orang yang tidak berilmu.
Teringat
do’a indah sang Rasul, kekasih yang saat ini sangat dirindui kehadirannya, “ya Allah tunjukkanlah kepadaku segala
sesuatu seperti apa adanya” dalam arti lain “agar aku tidak tertipu oleh apa yang sepertinya terlihat”.
Benar,
di zaman ini, di masa ini, terkadang mana yang benar dan mana yang salah sering
terbolak-balik sehingga bagi sebagian orang dengan mudahnya langsung percaya
apa yang ia lihat dan dengar, jadi, yuuukkk berdo’a sebagaiman Rasul berdoa.
Menonton
tayangan pidato ustad. Anis Matta, mengingatkanku kembali akan sebuah hadits
Nabi tercinta “Hati-hatilah dengan Firasat orang yang beriman, karena dia melihat dengan
Nur Allah “
Ingat,
ketika Anas bin Malik ra says “ketika saya memasuki rumah Usman bin Affan ra,
diperjalanan saya berjumpa dengan seorang wanita, lantas melirik ke arahnya
dengan tajam dan memperhatikan kecantikannnya. Maka, ketika saya datang, Ustman
berkata, ‘salah seorang dari kalian datang sedangkan bekas-bekas zina tampak di
matanya. Tidak tahukah engkau bahwa zinanya mata adalah memandang? Hendaklah
kamu bertobat dengan sungguh-sungguh, atau jika tidak aku akan menghukummu
dengan ta’zir!’
Maka
ia (Anas ra) bertanya, ’adakah wahyu turun sepeninggal Nabi?’
Ia
(Ustman ra) menjawab, ‘tidak, melainkan bashirah (ketajaman hati), burhan
(arguman yang kuat), dan firasat yang benar.”
Gan,
mereka memang bukan Nabi apalagi malaikat yang tidak punya dosa, tapi mereka
hanyalah manusia yang tidak pernah lepas dari fitrahnya sebagai manusia, lupa
dan alpha, tapi lagi-lagi saya meyakini, jama’ah ini adalah jama’ah orang-orang
yang ingin senantiasa berusaha memperbaiki diri, mendekatkan diri pada
Tuhannya, jama’ah yang InsyaAllah selalu disertai malaikat-malaikat Allah
karena setiap aktifitasnya selalu dimulai dengan kalam Allah, Al-Qur’anul
Karim.
Allahua’lam…
02
Feb 2013
_Memperbaiki
hati yang terluka_
Minggu, 30 Maret 2014
Ikhlas Berbuah Keindahan
Ia sudah memutuskan kemana arah ia
akan melangkah,
Bersama angin kini ia perlahan
menghilang dalam kabut kesucian,
Langit pun mencinta atas indahnya
langkah dalam tasbih kepasrahan,
Dan dalam pelukan kesabaran,
Ikhlaspun merangkulnya dalam haru
biru insan di ujung jalan,
Dalam sepi yang berbatas kini ia
belajar untuk merelakan
At DM1 Batam, 03 Nov 2013
Sabtu, 22 Maret 2014
Don’t worry girls!!!
7
Juni 2010
Tidak
seperti biasanya, hari ini aku serasa dilindungi oleh ribuan bodyguard, tapi jangan heran kalau aku
dan kamu berpapasan tak akan ada satu bodyguard-pun
yang kan kau temukan. Yah, tapi memang itulah yang kurasakan saat pertama kali menggunakan
jilbab secara syar’i, jilbab yang
benar-benar menutupi auratku yang kupadankan dengan pakaian longgar. Ribet?? Awalnya
memang iya, tapi rasa aman dan nyaman mengalahkannya. Suer!!!.
***
“Brinaaaaa……..!!!”
Teriakan
Zizi spontan menyuruh otakku untuk secepat mungkin menutup catatan harian yang
baru pertama kali kumiliki. Matanya masih terus melotot, beruntung ia bermata
sipit, jadi sekuat apapun tenaganya membelalakkan mata sipitnya tetap saja tidak
membuatku berespon, akhirnya ia merubah stimulusnya dengan senyum keherenan yang
sedikit menggoda, barulah aku berespon dengan cubitan yang mendarat di
lengannya.
“Akhirnya……jilbab
itu bertengger juga dikepalamu Na, terus si Doli, Alghi, Riky kamu apakan?” aku
tersenyum lembut yang dibalas ledekan oleh Zizi.
“Tumben
putri Batak bisa senyum manis dan lembut, biasanya senyum sadis yang mengiris
dan menggetarkan hati pengemis, is..is..is..hehe….”
“Zi…Zi..lama
sudah kita bersahabat, masa’ Zi tidak bisa memperkirakan apa yang Brina
lakukan?” suaraku hanya sedikit meninggi.
“Mmmm,
mulai deh bataknya keluar, ngomong baik-baik saja seperti berantem, gimana
kalau berantem beneran ya?” lagi-lagi dengan terpaksa kusuguhkan senyuman
sadisku agar Zizi berhenti berkomentar.
“Ziziku tersayang…..Riky itu sudah kuputuskan
enam bulan yang lalu, dasar dianya gak bisa jauh dari Brina. Doly dan Alghi
akhirnya kuputuskan minggu lalu, tapi tenang Zi, kali ini Brina pake cara
kelembutan, kalau Riky kuputuskan secara tidak terhormat dengan langsung
menggandeng Alghi dihadapannya, kali ini aku meminta maaf secara live dihadapan Doly dan Alghi secara
bersamaan. Marah?? Pastinya mereka sangat marah. Marah karena aku telah mendua
tanpa sepengetahuan mereka. Hahahah. Tapi
kalau mereka saling tau namanya poliandri donk, hehe….
Tapi tetap saja sifat asliku yang cuek dan
masa bodo membuatku pergi meninggalkan Doly dan Alghi yang masih marah dan
menagih penjelasan. Uffhh……aku dengan santainya berjalan menjauh dan
meninggalkan mereka yang kebingunngan bin
keheranan atas sikapku yang menurut mereka datang secara tiba-tiba. Oh iya, aku
masih bisa melihat coklat Silver Queen-nya
Doly di balik tasnya, bukannya ke-GR-an ya, coklat itu awalnya pasti untukku,
tapi ketika aku menoleh kebelakang sesaat setelah meninggalkan Doly dan Alghi
aku melihat coklat itu sudah mendarat di mulut atau bahkan sudah nongkrong di
perut Doly dan Alghi, coklat yang seharusnya jadi milikku itu sudah kuikhlaskan
untuk Doly dan Alghi, biarlah mereka melahapnya hingga tak bersisa, yang
penting mereka senang dan akupun bahagia.”
Zizi
manggut-manggut yang diteruskannya
dengan geleng-geleng. Tafsiranku Zizi setuju dengan keputusanku untuk tegas
memutuskan hubungan semu dengan Alghi dan Doly dan terus menjalankan niat
baikku untuk menggunakan jilbab syar’i, tapi Zizi juga
tidak setuju dengan caraku yang sedikit sadis yang hanya mengucapkan “maaf,
Doly Alghi kita putus” dan langsung meninggalkan dua sejoli itu. Tapi kok
sepertinya Zizi jadi seperti anak dugem,
angguk-angguk terus geleng-geleng, beruntung Zizi tak memainkan telunjuknya
diatas kepala, kalau iya, wah sudah
seperti anak dugem beneran, hehe…tapi gak juga sih, Zizi kan
menggunakan jilbab, lagian wajah ayunya tidak cocok untuk jadi anak dugem.
Untuk
kesekian kalinya aku tersenyum dengan senyuman yang benar-benar manis. Ingat!!!
Manis bukan sadis hingga anggukan dan gelengan kepala Zizipun berhenti dan
secara tiba-tiba dengan terburu-buru Zizi berdiri dan langsung pergi
meninggalkanku sambil berucap “ihhhhhhhhhh…..benar-benar sadis…!!!”
Ufffhhh
senyum semanis ini masih dibilang sadis? Luar biasa rabun si Zizi, mata sudah
empat kok kayaknya masih kurang.
Kubuntuti Zizi dari belakang, upss..
ternyata dosen kami sudah masuk.
***
Perkataan
Zizi terbukti sudah, Zizi selalu mengingatkanku untuk tetap istiqamah dengan
ujian yang pasti akan datang. Aku teringat salah satu ayat Al Qur’an yang sering
dibacakan Zizi untukku, bahwasanya Allah akan menguji hamba-hambanya untuk
melihat kualitas ketaqwaannya. Dan sekarang aku benar-benar merasakannya.
Bukan
hanya teman-temanku saja yang mungkin masih sedikit kaget atas perubahan gaya
jilbabku sehingga mereka mungkin menjadi segan untuk menegur atau hanya sekedar
berbincang-bincang seperti dulu. Bukan hanya Doly dan Alghi yang terus
menerorku dengan sms-sms rayuan ala playboy cap teri, ya jelas tak mampan untuk mantan playgirl cap
kakap. Tapi Ibu, sepertinya Ibu shock
melihat jilbab ‘lebar’ yang kukenakan. Bahkan untuk memelukku setelah 3 bulan
tak berjumpa sepertinya ibu ragu atau tidak yakin kalau gadis manis
dihadapannya itu adalah aku, Brina Siregar. Kedatangan ibu ke Medan kali ini
untuk membesuk anaknya yang berada diperantauan dalam rangka menuntut ilmu ini
menjadi lebih berwarna. Ibu lebih banyak memandangiku dari pada memeluk atau
menciumiku seperti biasanya, berbeda dengan Pak Regar, ayahku. Ayah malah lebih
bersikap ‘manis’ melihat perubahanku walaupun tidak terang-terangan membelaku.
Di
kontrakan kecil seperti ini, suara bisikanpun tetap kedengaran. Aku yang
terlebih dahulu masuk kamar untuk istirahat ternyata tidak mampu memejamkan
mata, bukan karena galau atau bimbang, tapi aku sedang berkonsentrasi penuh
mendengarkan diplomasi ayah terhadap ibu mengenai perubahanku disela-sela TV
yang masih bercuap-cuap menemani ayah ibu, jadi aku harus konsentrasi untuk
bisa mendengarkan mana perbincangan ayah ibu dan mana perbincangan sinetron
dalam TV.
Selesai
sholat subuh, aku masih terngiang dengan perkataan ibu yang mengatakan
penampilanku seperti terorislah, aliran sesatlah, yang fanatiklah blablabla…..,
waduuh kepalaku nyut-nyut kalau mengingatnya, bu…bu, jauh nian pikiranmu.
Hari
ini minggu, aku membantu ibu belanja oleh-oleh buat adik-adik di kampung,
setelah itu kami akan langsung meluncur ke loket bus ALS, bus inilah yang nantinya akan mengantarkan ayah ibu sampai ke
kampung halaman. Aku sempat mempertanyakan penampilanku pada ibu sesampainya di
loket yang penghuninya rata-rata sudah kukenal karena mereka berasal dari
kampungku juga, ibu tersenyum saat kukatakan apakah hari aku terlalu cantik
sehingga semua mata seolah-olah tertuju padaku. Ibu hanya mengatakan
jilbabkulah yang menjadi penyebabnya. Aku positif thinking saja, segitu mempesonanya kah diriku dengan jilbab ini
sehingga semua mata tertuju padaku, hanya itu yang ingin kutafsirkan. Titik.
***
Baru sebulan aku mengenakan jilbab
dengan benar, rasanya benar-benar nikmat berjuang untuk terus mempertahankannya
sambil terus memahamkan teman-teman tentang perubahanku, perubahan ini tidak
boleh memutuskan tali silaturahim tekadku kuat ketika sebulan terakhir ini aku belum
juga mampu untuk kembali mengikat tali silaturahim yang mungkin menurut mereka
terputus karena perbedaan prinsip kami sekarang, bersyukur masih ada Zizi yang
selalu menguatkan.
….Kau mujahidah
Al Khansa di abad ini
Didiklah
generasi penerus perjuangan para nabi….
Senandung
Nasyid dari Suara Persaudaraan ini menandakan ada sms masuk. “Asslkm…Brina.
Tadi siang aku dan Doly iseng jalan-jalan ke kampusmu, tidak disangka kami
melihatmu dipelataran Masjid. Sekarang kami mengerti. Kita masih tetap friend
kan? Alghi.”
Secepat
kilat kubalas sms Alghi dengan sedikit banyolan “Wlslm…anda orang yang beruntung,
pendaftaran belum ditutup dan anda diterima sebagai teman dari saudari Brina
Siregar. Hehe…”
Orang
yang tidak masuk hitungan untuk mengikat tali silaturahim kembali malah yang
duluan menyambungnya. Mmm, syukurlah satu bebanku terselesaikan sudah. Rasa
bersalahku terhapus sudah. Teman-temanku? mungkin mereka hanya perlu
beradaptasi dengan perubahan ini dan aku juga sedang beradaptasi dengan perubahanku
sendiri, aku mengenakan simbol seorang muslimah sekarang, aku tak ingin
dikatakan beragama islam tapi tak muslim.
Ujian
akhir semester sudah selesai, saatnya pulang kampung. Dalam bus ALS yang
kutumpangi nasihat dari guru ngajiku terus terngiang-ngiang. “Brina….berbuatlah
sebelum berbicara/berdakwah” itu artinya aku harus menunjukkan action dulu sebelum bercuap-cuap.
Udara
dingin mulai menusuk tulang belulangku, ini pertanda sebentar lagi aku akan
sampai ke tujuan, kampungku yang membekukan. Seperti biasa aku disambut gembira
oleh adik-adikku tetapi lebih tepatnya oleh-olehku lah yang mereka sambut,
dasar anak ABG. Tapi kali ini mereka sempat tercengang melihat jilbab yang
kukenakan sama seperti ibu ketika pertama kali melihatku.
Seperti
strategi Rasulullah yang menawarkan Islam langsung ke raja-raja atau penguasa
maka akupun menjadikan Ibu sebagai target utama, karena ketika Ibu sudah
sepaham denganku atau menerima prinsip yang kupegang maka ibu akan mendorong
adik-adik untuk sama seperti aku. Maka ku berazam akan memulainya dengan perbuatan
baru kemudian perkataan.
Yang
dulunya subuh hampir selalu kesiangan, sekarang aku harus bisa bangun lebih
dulu dari ibu, yang dulunya harus menerima perintah dari ibu baru kumulai
bekerja sekarang tanpa disuruh pun aku mulai bekerja, dari cuci piring hingga
cuci piring kembali. Begitu setiap hari. Ternyata jadi anak baik itu
menyenangkan, disamping mendapat pahala, aku juga diamanahkan menjadi asisten
ibu selama libur semester ini, aku diajari cara me-manage uang belanja keluarga bahkan sekarang pendapatku sangat
dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan yang bersangkutan langsung dengan
keadilan dan kesejahteraan keluarga ini. Prestasi yang luar biasa!!!.
Selidik
punya selidik, ibu sepertinya mulai menghapus pikiran-pikiran negatifnya
mengenai jilbabku, malah ibu sempat memujiku di depan adik-adik. Kata Dhika
adikku, ibu bilang aku semakin dewasa dengan jilbab, semakin sabar menghadapi
kenakalan Dhika CS, dan semakin mengerti kewajibannya sebagai anak,
blablabla….., Dhika sampai lupa apa-apa saja yang dikatakan ibu sangkin
panjangnya komentar dan nasihat yang ibu berikan. Kebiasaan ibu memang tidak
pernah berubah, sekali berkhutbah di depan anak-anaknya bisa sampai sejam. Ibu
yang luar biasa.
Tidak
terasa libur panjang selama sebulan lebih sudah berakhir, kuciumi adik-adikku
satu persatu, ku peluk ibu dan ayah sesaat sebelum kulangkahkan kaki menuju bus
ALS, ternyata ibu menangis, dengan suara parau ibu berpesan “nanti ketika
adikmu sudah kuliah di Medan, ajak dia untuk ikut ngaji agar dia bisa seperti
kamu”, tanpa menunggu aba-aba dari yang empunya, air mataku berjatuhan dengan
derasnya. Ayah hanya tersenyum melihat dua wanita yang ia cintai saling tangis
menangisi. Kupeluk ibu erat, rasanya tak ingin kembali ke perantauan, senja itu
adalah senja terindah dalam hidupku. Kudapat restu dari ibu dan ayah. Aku
semakin yakin dengan pilihanku, pilihanku untuk menggunakan jilbab sesuai
syariatNya. Aku sungguh mencintaiMu Rabb, teriakku dalam hati.
Hari
yang cukup melelahkan setelah semalaman dalam perjalanan. Hari ini ingin
kuhabiskan waktu di rumah saja, selain bersih-bersih aku juga tak ingin
beraktivitas terlalu banyak, ingin tidur lebih awal agar aku bisa menemuiNya
disepertiga malam, sungguh aku benar-benar ingin menemuiNya, mengucap syukur
dan melepaskan tangis bersamaNya. Mengucap syukur atas kemudahan dan kekuatan
yang diberikanNya, mengucap syukur atas hidup sebagai seorang muslimah yang
baru.
Semester
baru dan baju biru yang kukenakan cukup matching
untuk suasana hatiku yang lagi haru biru karena bahagia. Zizi menjadi orang
pertama yang mendengar berita bahagia ini.
“Tapi
ingat ya Brinaku sayang, semakin tinggi pohon maka anginnya pun semakin
kencang, semakin tinggi keimanan seseorang maka ujiannya pun akan semakin
berat. Itu untuk membuktikan akreditasi keimanan kita” ucap Zizi dengan gaya
ala penyair yang berapi-api.
“Iya…iya…”
jawabku ketus yang dibalas Zizi dengan tawa kecilnya.
…kau mujahidah Al
Khansa di abad ini
Didiklah
generasi penerus perjuangan para nabi….
Lagu
kesukaanku mulai terdengar, tanda ada sms masuk.
Private
number???
“Assalamualaikum
ukhti Brina yang sholeha….. Sungguh engkaulah wanita dengan sejuta pesona itu,
semakin mempesona dengan jilbab yang kau kenakan sekarang. Ana hanya ingin
mengatakan, uhibbuki fillah.
_’Sang
pejuang cinta’ your secret admire_”
Gubraaaaaaak……kadal
dikadalin, ya ndak mampan. Laki-laki memang sama saja, tukang gombal hanya beda
redaksinya saja, substansialnya sama, gombal!!!
Tapi
kok sepertinya hatiku cenat-cenut, inikah ujian selanjutnya??. Don’t worry Brina, Allah selalu bersamu.
Medan, 23
April 2011
#Junkusay
Coretan Hati Seorang Ukhti….
Januari 2007
Entah apa yang sedang merasuki hati ini, ry aku
takut akan bercak-bercak merah jambu itu. Kuingin semuanya pure hanya untuk Allah, aku adalah seorang murobbi yang sering
menekankan agar tetap menjaga jarak dengan ikhwah karena ketakutanku yang teramat besar akan banyaknya kader yang insilah cuma gara-gara satu kata ‘cinta’.
Ry, aku hanya tidak ingin adik-adik mutarobbiku menjadi salah satu yang
terjangkit virus merah jambu itu yang pada akhirnya dapat menimbulkan noda-noda
hitam dihati kecil kami. Ry, sekarang baru kurasakan bagaimana virus itu
menjangkitku dan menggerogoti hati kecilku secara perlahan tapi pasti dan tanpa
kusadari hingga akhirnya aku menemukan namanya tergantung secara otomatis di
otakku.
Di
akhir bulan yang sama, akhir Januari 2007
Sekarang nama itu tidak hanya sekedar tergantung
tetapi sudah tertancap kuat di otakku sehingga pikiran ini sering tertuju
padanya. Kutilik-tilik apa sebenarnya penyebab dari semua ini?.
Mmhhh….semua berawal dari diskusi untuk memajukan
dakwah, sharing seputar hambatan dan tantangan, saling tolong menolong,
semuanya untuk dakwah. Kelihatannya ukhuwah itu semakin terasa indah tapi
kenapa dampaknya bisa seperti ini?. Kucoba flashback kebelakang, oh…God, ternyata...Saat itu baru
kurasakan akan beratnya cobaan, ujian dakwah, sepertinya tidak ada seorangpun
dari sahabatku yang mampu memberikan solusi hingga dengan tanpa sengaja ia
memberikan tips-tips jitu yang sebenarnya hanya untuk memotivasiku tapi kurasa
itu mampu mengurangi beban yang menggunung di pundakku. Sepertinya syetanpun
sudah mulai bermain. Yah….itulah awal dari semua ini. Mungkin.
Februari
2007
Lagi dan lagi… nama itu masih saja menempel. Segala
usaha sudah kukerahkan dengan sekuat tenaga. Tetapi kenapa? Kenapa tidak ada
perubahan sedikitpun? Atau ada yang salah denganku? Atau usahaku yang belum
maksimal? Sebenarnya rasa ini apa? Cinta? Simpati? Atau hanya sekedar kagum
saja? Entahlah…akupun tak ingin terlalu larut memikirkannya. Kurasa lebih baik bagiku
untuk segera berwudhu dan menunaikan sholat, seruanNya telah terdengar
satup-sayup dari masjid tua yang penuh dengan kenangan bagiku.
17
februari 2007
Ry, kok bisa jadi beginiiiii? Aku menangis
sejadi-jadinya.
Apakah hati ini sudah terlalu kotor sehingga lama
kelamaan aku mulai menikmati cintaku padanya, malah aku mulai memelihara cinta
semu yang belum tentu jadi milikku. Ry, jauh di lubuk hatiku yang terdalam aku
tidak menginginkan ini semua, aku rindu saat-saat bercinta denganNYA, aku rindu
saat-saat bersama dengan sahabat-sahabatku dan merasakan manisnya ukhuwah. Aku
rindu ry, aku rindu……
Bantu aku untuk menghentikannya. Fitrahkah ini?.
Sungguh ujian fitrah yang menyakitkan.
Maret
2007
Alhamdulillah ry, sekarang aku sudah mulai bisa
mengontrol perasaanku yang tidak jelas arahnya ini. Aku senang bangat ry,
seperti menghirup udara segar di daerah pegunungan setelah bertahun-tahun
berada di daerah perkotaan yang full polusi. Alay deh, hee….tapi benar, aku
sangat sangat sangat bahagia, kalau orang bule kata really so….happy.
Beberapa bulan kedepan sepertinya aku akan sangat
sibuk ry, maklumlah tahun ajaran baru_the time for recruitment. Akan banyak
bibit-bibit baru yang perlu disirami agar kelak bisa menjadi tumbuhan yang
unggul dan bermanfaat.
Masalah cinta, cinte, cinto atau apalah, buang
jauh-jauh ah….banyak hal yang jauh lebih penting. DAKWAH ILALLAH
April
2007
Persiapan penyambutan mahasiswa baru, perkenalan
organisasi dan tentunya rekrutment menjadi agenda utama yang akan selalu kami syurokan dua bulan ke depan. Dia ry,
dia, dia dan dia. Kepalaku sampai nyut-nyut memikirkan cara untuk
menghindarinya.
Diskusi setiap hari dengannya sebenarnya selalu
kuhindari, tapi tidak mungkin aku harus menghindar selamanya ry, alasan apalagi
yang akan kuutarakan. Dia, dia, dia… namanya mulai memasuki otakku lagi ry, aku
berontak, aku tidak rela kalau hati dan otakku ini diduduki oleh namanya lagi.
Aku tidak rela…sama sekali tidak rela…!!!
Mungkin karena aku terlalu bahagia dan terlalu yakin
bahwa namanya sudah betul-betul hilang dari
benakku, ternyata tidak, malah kebalikannya, semakin dalam. Rabb,
cobaankah ini? Apa ini bentuk ujian yang Engkau berikan untuk hamba? Kukira
akan mudah bagiku menghadapi ujian seperti ini. Aku terlalu sombong.
Juni
2007
Hatiku sakit ry, sakit…sakit….sakit sekali, sakit
karena mencintai seseorang sebelum saatnya, sakit karena tiap hari aku harus
berusaha sekuat tenaga untuk mengikis rasa ini dan yang paling sakit karena aku
sudah menghianati cintaNYA, alpa dalam mengingatNYA, lupa untuk memujiNYA, dan
tidak hadir untuk menjumpaiNYA di sepertiga malam. Aku rindu ry, aku rindu dengan
indahnya sujud, merasakan kenikmatan menemuiNYA dalam keheningan malam…
Aku rindu, rindu yang terdalam yang kupunya…
Masih
di bulan yang sama, Juni 2007
Disela-sela syuro tadi beliau bilang kalau ia
mungkin akan pindah kota, maklumlah beliau kan baru saja menyelesaikan
kuliahnya meski belum diwisuda, dengan nada bercanda tapi entahlah itu serius
atau tidak, yang jelas aku sedikit merasa lega karena tidak akan berjumpa
dengannya lagi dan yang pastinya akan memudahkanku untuk melupakannya, tapi ry
dibalik itu semua sebenarnya aku merasakan ada sesuatu yang menusuk hati ini
ketika mendengar statementnya untuk pindah kota. Cukup sakit ry. Tapi kuselalu
yakin Allah akan memberikan yang terbaik bagiku.
Agustus
2007
Di keheningan malam saat berjumpa dengan Rabbku,
ditemani rintik-rintik hujan, sama seperti mataku yang mengeluarkan
rintik-rintik air mata dari tadi.
Setelah “menghilang” selama dua bulan, tadi siang aku
melihat Akh Zaki bersama seorang perempuan berjilbab. Aku kenal baik dengan
beliau, tidak mungkin akh Zaki melakukan perbuatan yang dilarang agamanya tapi
tidak mungkin juga itu adik atau saudaranya, tatapan akh Zaki pada perempuan
itu, perempuan yang akupun belum pernah melihatnya sebelumnya. Aku hampir
suudzon ry, beruntung Tari cepat menyadarkanku dari lamunan-lamunan syaiton.
Akh Zaki menggandengnya menuju ke arahku dan Tari. Aku semakin shock ry melihat
Akh Zaki menggenggam tangan perempuan yang namanya baru kuketahui_mbak Zahra,
berbeda dengan Tari, ia hanya tersenyum simpul menandakan kebahagiannya untuk
akh Zaki.
Tanpa basa-basi akh Zaki mengenalkanku pada mbak
Zahra, akhwat yang sudah menjadi istri akh Zaki dua minggu yang lalu, secepat
kilat kusembunyikan kegugupanku dengan senyuman dan bersalaman dengan mbak
Zahra, ia tersenyum lembut padaku, cantik, secantik namanya Zahra.
Tari sahabatku, sepandai-pandainya aku
menyembunyikan perasaan, ia tetap mengetahuinya. Tari heran melihat
kegugupanku, untungnya aku bisa sedikit bersilat lidah hingga akhirnya Tari
tidak mengetahui perasaanku yang sebenarnya,
aku hanya mengatakan kalau kegugupanku itu karena surprise melihat akh Zaki sudah menikah. Taripun minta maaf karena
lupa mengabariku perihal pernikahan akh Zaki, sebenarnya beliau sudah
memberitahukannya seminggu sebelum pernikahan disaat syuro. Dan saat itu aku
tidak bisa berhadir karena ada kuis dadakan di kampus.
Ry, aku sedih atau mungkin juga terluka. Namun
kuyakin ia bukanlah yang terbaik untukku, kuyakin juga nun jauh disana, di
negeri antah berantah atau entah dimanapun itu sudah ada seseorang yang
mempersiapkan dirinya untuk menjemputku, dan selayaknyalah untukku sekarang
untuk mulai menata hati dan terus memperbaiki diri. Inilah jalanku. Ikhlaslah
duhai jiwa. Senyumku tak kan pernah hilang.
September
2007
Di tengah rutinitas dan amanah dakwah yang
menggunung, di tengah tugas-tugas yang belum juga kuselesaikanku dan masih
banyak hal lagi yang harus diselesaikan, ah….tak ingin ku mendatanya satu
persatu, ku tinggalkan duniaku untuk sementara. Tidak seperti malam-malam
sebelumnya, malam ini ku ingin tidur lebih awal, karena ku ingin menjumpai sang
Kekasih di sepertiga malam dengan wajah
yang cantik (hehe…) dan dengan pikiran yang tenang.
***
Tanpa kusadar air mataku sudah menetes secara
perlahan namun pasti, kuadukan segala gundah gulana, hati yang nelangsa,
pikiran yang tak menentu, apapun itu, ku ingin Ia tau bahwa aku disini sangat
membutuhkan pertolonganNya, sangat membutuhkan dekapanNya.
Desember
2007
Tak ada yang istimewa yang ingin ku tuliskan untukmu
ry, semua kegiatanku berjalan normal tanpa hambatan bagaikan bus yang melintas
di lalu lintas yang lengang. Mmmmm…..entahlah ry, Allah selalu memberiku
kemudahan tapi kenapa aku malah gak nyaman ya ry, aku selalu teringat kata-kata
tari “jika engkau masih diberikan cobaan
atau ujian itu berarti Allah masih menyayangi dan mencintaimu, Ia ingin kamu
bisa menjadi manusia yang lebih baik dan bisa naik peringkat dengan ujian yang
diberikanNya. Dan khawatirlah ketika kamu tidak menjumpai kesulitan dalam gerak
langkahmu, bisa jadi Allah tidak mempercayaimu atau bahkan tidak mencintaimu,
naudzubillah min dzalik…”. Kata-kata ini yang meresahkanku ry, dikasi ujian
akunya nangis-nangis, tak dikasi ujian seperti ini juga akunya sedih.
Mmmmm…dasar manusia, tak pandai bersyukur. Istighfar….istighfar…..
Mei
2009
Alhamdulillah ry, akhirnya aku wisuda juga. Alexa
Lovato, S.Psi, senangnya sudah menyelesaikan studiku. Alhamdulillah, usahaku
tidak sia-sia, aku menjadi lulusan terbaik untuk tahun ini ry. Oia aku lupa
bilang kalau aku juga sudah bekerja di salah satu perusahaan ternama di kotaku.
Satu lagi ry, InsyaAllah September ini aku akan menyempurnakan separuh agamaku,
(kalau ada yang mau, hehe..)
Juli
2009
Maha Penyayangnya Allah, tak banyak berharap doaku
terkabul tapi Allah punya rencana untukku. Tadi siang ustadzah Afni menyerahkan
map yang akupun tak tau isinya sampai sekarang tapi yang jelas semua yang ada
dalam map itu adalah tentang seseorang yang kata ustadzah ingin mengkhitbahku.
Aku sudah berniat tak akan membuka map itu sampai ijab qabul nanti, masa laluku
membuatku sedikit kaku, tak ingin ku mencintai seseorang yang belum betul-betul
resmi menjadi suamiku jadi kuputuskan untuk menutup rapat-rapat map itu, yang
kutau ia bernama Annur dan ia seorang yang sholeh, begitu kata ustadzah ketika
memberikan map itu kepadaku. Aku hanya memperbanyak shalat malam dan
istikharahku dan tak lupa, meminta doa dari sepasang insan yang paling
mencintaiku, ibu bapakku.
Akhir
Agustus 2009
Dua minggu sebelum hari H, aku semakin yakin dengan
pilihanku, Allahlah yang memberiku keyakinan sekuat ini, keyakinan yang belum
pernah kurasakan sebelumnya. Seluruh persiapan sudah selesai 90%.
09
September 2009, sejam sebelum akad
Aku dan rombongan tiba di sebuah masjid disamping gedung
yang akan jadi tempat walimah. Tiba-tiba aku merasakan tenggorokanku kering,
sangat kering sehingga tak ada air liur yang bisa kutelan, jantungku yang
tadinya tenang dengan tasbihnya kini bagaikan pukulan beduk yang tidak
beraturan, tanganku tak lagi bisa kukontrol, ia gemetar hebat, bahkan kakiku sangat
sulit untuk melangkah. tak jelas apa yang sedang kurasakan saat itu. Saat
dimana sebuah papan bunga yang kubaca berbeda dari yang lain. “Selamat Berbahagia, Alexa & Zaki, bla..bla…bla…dari
Universitas Islam Medan.” Oh…tidak, mungkin aku hanya salah melihat,
kusadar sekarang aku dalam keadaan puncak nervous, mungkin aku hanya
berhalusinasi. Kutarik nafas dalam-dalam untuk memulai menenangkan pikiranku
yang sudah amburadul.
Aku duduk manis dibagian perempuan yang terpisah
dengan bagian laki-laki. Aku dapat melihat jelas ayahku nan gagah yang
sepertinya sudah sangat siap untuk melakukan prosesi ini, beliau adalah salah
seorang yang terus mendesakku untuk menyempurnakan separuh dienku, disamping
ayah ada Bang Farid, Abang yang begitu berjasa dalam proses pra nikahku, dari
mulai ta’aruf sampai segala pernak-pernik pernikahan. Aku menyerahkan semua
keputusan pada Bang Farid dan tentunya Ayah dan Ibu.
Dan diantara keduanya, ada akh Zaki. Adakah bang
Farid mengundangnya? Ataukah ia menjadi salah satu saksi pernikahanku?
Oh….tidak. Papan bunga itu ternyata benar, ayah menggemgam erat tangan akh Zaki
saat mengucapkan ijab. Aku hampir tak bisa mengendalikan diri untuk berteriak
agar pernikahan ini dibatalkan, tapi tiba-tiba ibu memelukku dengan tangis
bahagianya, aku baru tersadar ijab qabul ternyata baru saja selesai, hanya
hitungan detik hidupku sudah berubah, aku masih merencanakan untuk membatalkan
pernikahan tanpa berpikir kalau proses ijab qabul itu hanya berlangsung
beberapa detik. Dan inilah aku sekarang, seorang istri. Yang bisa kulakukan
sekarang hanyalah berusaha untuk tersenyum. Aku masih bisa tersenyum melihat
kebahagian keluargaku terutama bang Farid yang rela bersusah-susah bahkan
melepaskan proyek yang diimpi-impikannya hanya untuk mengurusi pernikahanku.
Aku terlalu yakin akan bisa mencintai siapun yang akan menjadi suamiku.
Ah…..apakah aku terlalu sombong dengan keyakinanku sendiri. Allah, ampuni aku.
Kenapa ia datang disaat cinta tak lagi ada untuknya??? Dan aku tak melihat mbak
Zahra berada diruangan ini, dimanakah ia???
Salahku jadi orang yang kurang peduli, Zaki adalah
nick namenya Muhammad Annur, Zaki jugalah yang pernah singgah di diaryku. Mbak
Zahra meninggal saat melahirkan anak pertama mereka setahun yang lalu. Belum
bisa kumengerti skenario ini, ia datang ketika tak ada cinta untuknya, ketika
kumencoba belajar untuk mencintai makhluk bernama Muhammad Annur.
Medan, 22
Mei 2011
#Junkusay
Langganan:
Postingan (Atom)