7
Juni 2010
Tidak
seperti biasanya, hari ini aku serasa dilindungi oleh ribuan bodyguard, tapi jangan heran kalau aku
dan kamu berpapasan tak akan ada satu bodyguard-pun
yang kan kau temukan. Yah, tapi memang itulah yang kurasakan saat pertama kali menggunakan
jilbab secara syar’i, jilbab yang
benar-benar menutupi auratku yang kupadankan dengan pakaian longgar. Ribet?? Awalnya
memang iya, tapi rasa aman dan nyaman mengalahkannya. Suer!!!.
***
“Brinaaaaa……..!!!”
Teriakan
Zizi spontan menyuruh otakku untuk secepat mungkin menutup catatan harian yang
baru pertama kali kumiliki. Matanya masih terus melotot, beruntung ia bermata
sipit, jadi sekuat apapun tenaganya membelalakkan mata sipitnya tetap saja tidak
membuatku berespon, akhirnya ia merubah stimulusnya dengan senyum keherenan yang
sedikit menggoda, barulah aku berespon dengan cubitan yang mendarat di
lengannya.
“Akhirnya……jilbab
itu bertengger juga dikepalamu Na, terus si Doli, Alghi, Riky kamu apakan?” aku
tersenyum lembut yang dibalas ledekan oleh Zizi.
“Tumben
putri Batak bisa senyum manis dan lembut, biasanya senyum sadis yang mengiris
dan menggetarkan hati pengemis, is..is..is..hehe….”
“Zi…Zi..lama
sudah kita bersahabat, masa’ Zi tidak bisa memperkirakan apa yang Brina
lakukan?” suaraku hanya sedikit meninggi.
“Mmmm,
mulai deh bataknya keluar, ngomong baik-baik saja seperti berantem, gimana
kalau berantem beneran ya?” lagi-lagi dengan terpaksa kusuguhkan senyuman
sadisku agar Zizi berhenti berkomentar.
“Ziziku tersayang…..Riky itu sudah kuputuskan
enam bulan yang lalu, dasar dianya gak bisa jauh dari Brina. Doly dan Alghi
akhirnya kuputuskan minggu lalu, tapi tenang Zi, kali ini Brina pake cara
kelembutan, kalau Riky kuputuskan secara tidak terhormat dengan langsung
menggandeng Alghi dihadapannya, kali ini aku meminta maaf secara live dihadapan Doly dan Alghi secara
bersamaan. Marah?? Pastinya mereka sangat marah. Marah karena aku telah mendua
tanpa sepengetahuan mereka. Hahahah. Tapi
kalau mereka saling tau namanya poliandri donk, hehe….
Tapi tetap saja sifat asliku yang cuek dan
masa bodo membuatku pergi meninggalkan Doly dan Alghi yang masih marah dan
menagih penjelasan. Uffhh……aku dengan santainya berjalan menjauh dan
meninggalkan mereka yang kebingunngan bin
keheranan atas sikapku yang menurut mereka datang secara tiba-tiba. Oh iya, aku
masih bisa melihat coklat Silver Queen-nya
Doly di balik tasnya, bukannya ke-GR-an ya, coklat itu awalnya pasti untukku,
tapi ketika aku menoleh kebelakang sesaat setelah meninggalkan Doly dan Alghi
aku melihat coklat itu sudah mendarat di mulut atau bahkan sudah nongkrong di
perut Doly dan Alghi, coklat yang seharusnya jadi milikku itu sudah kuikhlaskan
untuk Doly dan Alghi, biarlah mereka melahapnya hingga tak bersisa, yang
penting mereka senang dan akupun bahagia.”
Zizi
manggut-manggut yang diteruskannya
dengan geleng-geleng. Tafsiranku Zizi setuju dengan keputusanku untuk tegas
memutuskan hubungan semu dengan Alghi dan Doly dan terus menjalankan niat
baikku untuk menggunakan jilbab syar’i, tapi Zizi juga
tidak setuju dengan caraku yang sedikit sadis yang hanya mengucapkan “maaf,
Doly Alghi kita putus” dan langsung meninggalkan dua sejoli itu. Tapi kok
sepertinya Zizi jadi seperti anak dugem,
angguk-angguk terus geleng-geleng, beruntung Zizi tak memainkan telunjuknya
diatas kepala, kalau iya, wah sudah
seperti anak dugem beneran, hehe…tapi gak juga sih, Zizi kan
menggunakan jilbab, lagian wajah ayunya tidak cocok untuk jadi anak dugem.
Untuk
kesekian kalinya aku tersenyum dengan senyuman yang benar-benar manis. Ingat!!!
Manis bukan sadis hingga anggukan dan gelengan kepala Zizipun berhenti dan
secara tiba-tiba dengan terburu-buru Zizi berdiri dan langsung pergi
meninggalkanku sambil berucap “ihhhhhhhhhh…..benar-benar sadis…!!!”
Ufffhhh
senyum semanis ini masih dibilang sadis? Luar biasa rabun si Zizi, mata sudah
empat kok kayaknya masih kurang.
Kubuntuti Zizi dari belakang, upss..
ternyata dosen kami sudah masuk.
***
Perkataan
Zizi terbukti sudah, Zizi selalu mengingatkanku untuk tetap istiqamah dengan
ujian yang pasti akan datang. Aku teringat salah satu ayat Al Qur’an yang sering
dibacakan Zizi untukku, bahwasanya Allah akan menguji hamba-hambanya untuk
melihat kualitas ketaqwaannya. Dan sekarang aku benar-benar merasakannya.
Bukan
hanya teman-temanku saja yang mungkin masih sedikit kaget atas perubahan gaya
jilbabku sehingga mereka mungkin menjadi segan untuk menegur atau hanya sekedar
berbincang-bincang seperti dulu. Bukan hanya Doly dan Alghi yang terus
menerorku dengan sms-sms rayuan ala playboy cap teri, ya jelas tak mampan untuk mantan playgirl cap
kakap. Tapi Ibu, sepertinya Ibu shock
melihat jilbab ‘lebar’ yang kukenakan. Bahkan untuk memelukku setelah 3 bulan
tak berjumpa sepertinya ibu ragu atau tidak yakin kalau gadis manis
dihadapannya itu adalah aku, Brina Siregar. Kedatangan ibu ke Medan kali ini
untuk membesuk anaknya yang berada diperantauan dalam rangka menuntut ilmu ini
menjadi lebih berwarna. Ibu lebih banyak memandangiku dari pada memeluk atau
menciumiku seperti biasanya, berbeda dengan Pak Regar, ayahku. Ayah malah lebih
bersikap ‘manis’ melihat perubahanku walaupun tidak terang-terangan membelaku.
Di
kontrakan kecil seperti ini, suara bisikanpun tetap kedengaran. Aku yang
terlebih dahulu masuk kamar untuk istirahat ternyata tidak mampu memejamkan
mata, bukan karena galau atau bimbang, tapi aku sedang berkonsentrasi penuh
mendengarkan diplomasi ayah terhadap ibu mengenai perubahanku disela-sela TV
yang masih bercuap-cuap menemani ayah ibu, jadi aku harus konsentrasi untuk
bisa mendengarkan mana perbincangan ayah ibu dan mana perbincangan sinetron
dalam TV.
Selesai
sholat subuh, aku masih terngiang dengan perkataan ibu yang mengatakan
penampilanku seperti terorislah, aliran sesatlah, yang fanatiklah blablabla…..,
waduuh kepalaku nyut-nyut kalau mengingatnya, bu…bu, jauh nian pikiranmu.
Hari
ini minggu, aku membantu ibu belanja oleh-oleh buat adik-adik di kampung,
setelah itu kami akan langsung meluncur ke loket bus ALS, bus inilah yang nantinya akan mengantarkan ayah ibu sampai ke
kampung halaman. Aku sempat mempertanyakan penampilanku pada ibu sesampainya di
loket yang penghuninya rata-rata sudah kukenal karena mereka berasal dari
kampungku juga, ibu tersenyum saat kukatakan apakah hari aku terlalu cantik
sehingga semua mata seolah-olah tertuju padaku. Ibu hanya mengatakan
jilbabkulah yang menjadi penyebabnya. Aku positif thinking saja, segitu mempesonanya kah diriku dengan jilbab ini
sehingga semua mata tertuju padaku, hanya itu yang ingin kutafsirkan. Titik.
***
Baru sebulan aku mengenakan jilbab
dengan benar, rasanya benar-benar nikmat berjuang untuk terus mempertahankannya
sambil terus memahamkan teman-teman tentang perubahanku, perubahan ini tidak
boleh memutuskan tali silaturahim tekadku kuat ketika sebulan terakhir ini aku belum
juga mampu untuk kembali mengikat tali silaturahim yang mungkin menurut mereka
terputus karena perbedaan prinsip kami sekarang, bersyukur masih ada Zizi yang
selalu menguatkan.
….Kau mujahidah
Al Khansa di abad ini
Didiklah
generasi penerus perjuangan para nabi….
Senandung
Nasyid dari Suara Persaudaraan ini menandakan ada sms masuk. “Asslkm…Brina.
Tadi siang aku dan Doly iseng jalan-jalan ke kampusmu, tidak disangka kami
melihatmu dipelataran Masjid. Sekarang kami mengerti. Kita masih tetap friend
kan? Alghi.”
Secepat
kilat kubalas sms Alghi dengan sedikit banyolan “Wlslm…anda orang yang beruntung,
pendaftaran belum ditutup dan anda diterima sebagai teman dari saudari Brina
Siregar. Hehe…”
Orang
yang tidak masuk hitungan untuk mengikat tali silaturahim kembali malah yang
duluan menyambungnya. Mmm, syukurlah satu bebanku terselesaikan sudah. Rasa
bersalahku terhapus sudah. Teman-temanku? mungkin mereka hanya perlu
beradaptasi dengan perubahan ini dan aku juga sedang beradaptasi dengan perubahanku
sendiri, aku mengenakan simbol seorang muslimah sekarang, aku tak ingin
dikatakan beragama islam tapi tak muslim.
Ujian
akhir semester sudah selesai, saatnya pulang kampung. Dalam bus ALS yang
kutumpangi nasihat dari guru ngajiku terus terngiang-ngiang. “Brina….berbuatlah
sebelum berbicara/berdakwah” itu artinya aku harus menunjukkan action dulu sebelum bercuap-cuap.
Udara
dingin mulai menusuk tulang belulangku, ini pertanda sebentar lagi aku akan
sampai ke tujuan, kampungku yang membekukan. Seperti biasa aku disambut gembira
oleh adik-adikku tetapi lebih tepatnya oleh-olehku lah yang mereka sambut,
dasar anak ABG. Tapi kali ini mereka sempat tercengang melihat jilbab yang
kukenakan sama seperti ibu ketika pertama kali melihatku.
Seperti
strategi Rasulullah yang menawarkan Islam langsung ke raja-raja atau penguasa
maka akupun menjadikan Ibu sebagai target utama, karena ketika Ibu sudah
sepaham denganku atau menerima prinsip yang kupegang maka ibu akan mendorong
adik-adik untuk sama seperti aku. Maka ku berazam akan memulainya dengan perbuatan
baru kemudian perkataan.
Yang
dulunya subuh hampir selalu kesiangan, sekarang aku harus bisa bangun lebih
dulu dari ibu, yang dulunya harus menerima perintah dari ibu baru kumulai
bekerja sekarang tanpa disuruh pun aku mulai bekerja, dari cuci piring hingga
cuci piring kembali. Begitu setiap hari. Ternyata jadi anak baik itu
menyenangkan, disamping mendapat pahala, aku juga diamanahkan menjadi asisten
ibu selama libur semester ini, aku diajari cara me-manage uang belanja keluarga bahkan sekarang pendapatku sangat
dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan yang bersangkutan langsung dengan
keadilan dan kesejahteraan keluarga ini. Prestasi yang luar biasa!!!.
Selidik
punya selidik, ibu sepertinya mulai menghapus pikiran-pikiran negatifnya
mengenai jilbabku, malah ibu sempat memujiku di depan adik-adik. Kata Dhika
adikku, ibu bilang aku semakin dewasa dengan jilbab, semakin sabar menghadapi
kenakalan Dhika CS, dan semakin mengerti kewajibannya sebagai anak,
blablabla….., Dhika sampai lupa apa-apa saja yang dikatakan ibu sangkin
panjangnya komentar dan nasihat yang ibu berikan. Kebiasaan ibu memang tidak
pernah berubah, sekali berkhutbah di depan anak-anaknya bisa sampai sejam. Ibu
yang luar biasa.
Tidak
terasa libur panjang selama sebulan lebih sudah berakhir, kuciumi adik-adikku
satu persatu, ku peluk ibu dan ayah sesaat sebelum kulangkahkan kaki menuju bus
ALS, ternyata ibu menangis, dengan suara parau ibu berpesan “nanti ketika
adikmu sudah kuliah di Medan, ajak dia untuk ikut ngaji agar dia bisa seperti
kamu”, tanpa menunggu aba-aba dari yang empunya, air mataku berjatuhan dengan
derasnya. Ayah hanya tersenyum melihat dua wanita yang ia cintai saling tangis
menangisi. Kupeluk ibu erat, rasanya tak ingin kembali ke perantauan, senja itu
adalah senja terindah dalam hidupku. Kudapat restu dari ibu dan ayah. Aku
semakin yakin dengan pilihanku, pilihanku untuk menggunakan jilbab sesuai
syariatNya. Aku sungguh mencintaiMu Rabb, teriakku dalam hati.
Hari
yang cukup melelahkan setelah semalaman dalam perjalanan. Hari ini ingin
kuhabiskan waktu di rumah saja, selain bersih-bersih aku juga tak ingin
beraktivitas terlalu banyak, ingin tidur lebih awal agar aku bisa menemuiNya
disepertiga malam, sungguh aku benar-benar ingin menemuiNya, mengucap syukur
dan melepaskan tangis bersamaNya. Mengucap syukur atas kemudahan dan kekuatan
yang diberikanNya, mengucap syukur atas hidup sebagai seorang muslimah yang
baru.
Semester
baru dan baju biru yang kukenakan cukup matching
untuk suasana hatiku yang lagi haru biru karena bahagia. Zizi menjadi orang
pertama yang mendengar berita bahagia ini.
“Tapi
ingat ya Brinaku sayang, semakin tinggi pohon maka anginnya pun semakin
kencang, semakin tinggi keimanan seseorang maka ujiannya pun akan semakin
berat. Itu untuk membuktikan akreditasi keimanan kita” ucap Zizi dengan gaya
ala penyair yang berapi-api.
“Iya…iya…”
jawabku ketus yang dibalas Zizi dengan tawa kecilnya.
…kau mujahidah Al
Khansa di abad ini
Didiklah
generasi penerus perjuangan para nabi….
Lagu
kesukaanku mulai terdengar, tanda ada sms masuk.
Private
number???
“Assalamualaikum
ukhti Brina yang sholeha….. Sungguh engkaulah wanita dengan sejuta pesona itu,
semakin mempesona dengan jilbab yang kau kenakan sekarang. Ana hanya ingin
mengatakan, uhibbuki fillah.
_’Sang
pejuang cinta’ your secret admire_”
Gubraaaaaaak……kadal
dikadalin, ya ndak mampan. Laki-laki memang sama saja, tukang gombal hanya beda
redaksinya saja, substansialnya sama, gombal!!!
Tapi
kok sepertinya hatiku cenat-cenut, inikah ujian selanjutnya??. Don’t worry Brina, Allah selalu bersamu.
Medan, 23
April 2011
#Junkusay
Tidak ada komentar:
Posting Komentar