Laman

Sabtu, 22 Maret 2014

Don’t worry girls!!!



7 Juni 2010
Tidak seperti biasanya, hari ini aku serasa dilindungi oleh ribuan bodyguard, tapi jangan heran kalau aku dan kamu berpapasan tak akan ada satu bodyguard-pun yang kan kau temukan. Yah, tapi memang itulah yang kurasakan saat pertama kali menggunakan jilbab secara syar’i, jilbab yang benar-benar menutupi auratku yang kupadankan dengan pakaian longgar. Ribet?? Awalnya memang iya, tapi rasa aman dan nyaman mengalahkannya. Suer!!!.
***
“Brinaaaaa……..!!!”
Teriakan Zizi spontan menyuruh otakku untuk secepat mungkin menutup catatan harian yang baru pertama kali kumiliki. Matanya masih terus melotot, beruntung ia bermata sipit, jadi sekuat apapun tenaganya membelalakkan mata sipitnya tetap saja tidak membuatku berespon, akhirnya ia merubah stimulusnya dengan senyum keherenan yang sedikit menggoda, barulah aku berespon dengan cubitan yang mendarat di lengannya.
“Akhirnya……jilbab itu bertengger juga dikepalamu Na, terus si Doli, Alghi, Riky kamu apakan?” aku tersenyum lembut yang dibalas ledekan oleh Zizi.
“Tumben putri Batak bisa senyum manis dan lembut, biasanya senyum sadis yang mengiris dan menggetarkan hati pengemis, is..is..is..hehe….”
“Zi…Zi..lama sudah kita bersahabat, masa’ Zi tidak bisa memperkirakan apa yang Brina lakukan?” suaraku hanya sedikit meninggi.
“Mmmm, mulai deh bataknya keluar, ngomong baik-baik saja seperti berantem, gimana kalau berantem beneran ya?” lagi-lagi dengan terpaksa kusuguhkan senyuman sadisku agar Zizi berhenti berkomentar.
 “Ziziku tersayang…..Riky itu sudah kuputuskan enam bulan yang lalu, dasar dianya gak bisa jauh dari Brina. Doly dan Alghi akhirnya kuputuskan minggu lalu, tapi tenang Zi, kali ini Brina pake cara kelembutan, kalau Riky kuputuskan secara tidak terhormat dengan langsung menggandeng Alghi dihadapannya, kali ini aku meminta maaf secara live dihadapan Doly dan Alghi secara bersamaan. Marah?? Pastinya mereka sangat marah. Marah karena aku telah mendua tanpa sepengetahuan mereka. Hahahah. Tapi kalau mereka saling tau namanya poliandri donk, hehe….
 Tapi tetap saja sifat asliku yang cuek dan masa bodo membuatku pergi meninggalkan Doly dan Alghi yang masih marah dan menagih penjelasan. Uffhh……aku dengan santainya berjalan menjauh dan meninggalkan mereka yang kebingunngan bin keheranan atas sikapku yang menurut mereka datang secara tiba-tiba. Oh iya, aku masih bisa melihat coklat Silver Queen-nya Doly di balik tasnya, bukannya ke-GR-an ya, coklat itu awalnya pasti untukku, tapi ketika aku menoleh kebelakang sesaat setelah meninggalkan Doly dan Alghi aku melihat coklat itu sudah mendarat di mulut atau bahkan sudah nongkrong di perut Doly dan Alghi, coklat yang seharusnya jadi milikku itu sudah kuikhlaskan untuk Doly dan Alghi, biarlah mereka melahapnya hingga tak bersisa, yang penting mereka senang dan akupun bahagia.”
Zizi manggut-manggut yang diteruskannya dengan geleng-geleng. Tafsiranku Zizi setuju dengan keputusanku untuk tegas memutuskan hubungan semu dengan Alghi dan Doly dan terus menjalankan niat baikku untuk menggunakan jilbab syar’i, tapi Zizi juga tidak setuju dengan caraku yang sedikit sadis yang hanya mengucapkan “maaf, Doly Alghi kita putus” dan langsung meninggalkan dua sejoli itu. Tapi kok sepertinya Zizi jadi seperti anak dugem, angguk-angguk terus geleng-geleng, beruntung Zizi tak memainkan telunjuknya diatas kepala, kalau iya, wah sudah seperti anak dugem beneran, hehe…tapi gak juga sih, Zizi kan menggunakan jilbab, lagian wajah ayunya tidak cocok untuk jadi anak dugem.
Untuk kesekian kalinya aku tersenyum dengan senyuman yang benar-benar manis. Ingat!!! Manis bukan sadis hingga anggukan dan gelengan kepala Zizipun berhenti dan secara tiba-tiba dengan terburu-buru Zizi berdiri dan langsung pergi meninggalkanku sambil berucap “ihhhhhhhhhh…..benar-benar sadis…!!!”
Ufffhhh senyum semanis ini masih dibilang sadis? Luar biasa rabun si Zizi, mata sudah empat kok kayaknya masih kurang. Kubuntuti Zizi dari belakang, upss.. ternyata dosen kami sudah masuk.
***
Perkataan Zizi terbukti sudah, Zizi selalu mengingatkanku untuk tetap istiqamah dengan ujian yang pasti akan datang. Aku teringat salah satu ayat Al Qur’an yang sering dibacakan Zizi untukku, bahwasanya Allah akan menguji hamba-hambanya untuk melihat kualitas ketaqwaannya. Dan sekarang aku benar-benar merasakannya.
Bukan hanya teman-temanku saja yang mungkin masih sedikit kaget atas perubahan gaya jilbabku sehingga mereka mungkin menjadi segan untuk menegur atau hanya sekedar berbincang-bincang seperti dulu. Bukan hanya Doly dan Alghi yang terus menerorku dengan sms-sms rayuan ala playboy cap teri, ya jelas tak mampan untuk mantan playgirl cap kakap. Tapi Ibu, sepertinya Ibu shock melihat jilbab ‘lebar’ yang kukenakan. Bahkan untuk memelukku setelah 3 bulan tak berjumpa sepertinya ibu ragu atau tidak yakin kalau gadis manis dihadapannya itu adalah aku, Brina Siregar. Kedatangan ibu ke Medan kali ini untuk membesuk anaknya yang berada diperantauan dalam rangka menuntut ilmu ini menjadi lebih berwarna. Ibu lebih banyak memandangiku dari pada memeluk atau menciumiku seperti biasanya, berbeda dengan Pak Regar, ayahku. Ayah malah lebih bersikap ‘manis’ melihat perubahanku walaupun tidak terang-terangan membelaku.
Di kontrakan kecil seperti ini, suara bisikanpun tetap kedengaran. Aku yang terlebih dahulu masuk kamar untuk istirahat ternyata tidak mampu memejamkan mata, bukan karena galau atau bimbang, tapi aku sedang berkonsentrasi penuh mendengarkan diplomasi ayah terhadap ibu mengenai perubahanku disela-sela TV yang masih bercuap-cuap menemani ayah ibu, jadi aku harus konsentrasi untuk bisa mendengarkan mana perbincangan ayah ibu dan mana perbincangan sinetron dalam TV.
Selesai sholat subuh, aku masih terngiang dengan perkataan ibu yang mengatakan penampilanku seperti terorislah, aliran sesatlah, yang fanatiklah blablabla….., waduuh kepalaku nyut-nyut kalau mengingatnya, bu…bu, jauh nian pikiranmu.
Hari ini minggu, aku membantu ibu belanja oleh-oleh buat adik-adik di kampung, setelah itu kami akan langsung meluncur ke loket bus ALS, bus inilah yang  nantinya akan mengantarkan ayah ibu sampai ke kampung halaman. Aku sempat mempertanyakan penampilanku pada ibu sesampainya di loket yang penghuninya rata-rata sudah kukenal karena mereka berasal dari kampungku juga, ibu tersenyum saat kukatakan apakah hari aku terlalu cantik sehingga semua mata seolah-olah tertuju padaku. Ibu hanya mengatakan jilbabkulah yang menjadi penyebabnya. Aku positif thinking saja, segitu mempesonanya kah diriku dengan jilbab ini sehingga semua mata tertuju padaku, hanya itu yang ingin kutafsirkan. Titik.
***
            Baru sebulan aku mengenakan jilbab dengan benar, rasanya benar-benar nikmat berjuang untuk terus mempertahankannya sambil terus memahamkan teman-teman tentang perubahanku, perubahan ini tidak boleh memutuskan tali silaturahim tekadku kuat ketika sebulan terakhir ini aku belum juga mampu untuk kembali mengikat tali silaturahim yang mungkin menurut mereka terputus karena perbedaan prinsip kami sekarang, bersyukur masih ada Zizi yang selalu menguatkan.
….Kau mujahidah Al Khansa di abad ini
Didiklah generasi penerus perjuangan para nabi….
Senandung Nasyid dari Suara Persaudaraan ini menandakan ada sms masuk. “Asslkm…Brina. Tadi siang aku dan Doly iseng jalan-jalan ke kampusmu, tidak disangka kami melihatmu dipelataran Masjid. Sekarang kami mengerti. Kita masih tetap friend kan? Alghi.”
Secepat kilat kubalas sms Alghi dengan sedikit banyolan “Wlslm…anda orang yang beruntung, pendaftaran belum ditutup dan anda diterima sebagai teman dari saudari Brina Siregar. Hehe…”
Orang yang tidak masuk hitungan untuk mengikat tali silaturahim kembali malah yang duluan menyambungnya. Mmm, syukurlah satu bebanku terselesaikan sudah. Rasa bersalahku terhapus sudah. Teman-temanku? mungkin mereka hanya perlu beradaptasi dengan perubahan ini dan aku juga sedang beradaptasi dengan perubahanku sendiri, aku mengenakan simbol seorang muslimah sekarang, aku tak ingin dikatakan beragama islam tapi tak muslim.
Ujian akhir semester sudah selesai, saatnya pulang kampung. Dalam bus ALS yang kutumpangi nasihat dari guru ngajiku terus terngiang-ngiang. “Brina….berbuatlah sebelum berbicara/berdakwah” itu artinya aku harus menunjukkan action dulu sebelum bercuap-cuap.
Udara dingin mulai menusuk tulang belulangku, ini pertanda sebentar lagi aku akan sampai ke tujuan, kampungku yang membekukan. Seperti biasa aku disambut gembira oleh adik-adikku tetapi lebih tepatnya oleh-olehku lah yang mereka sambut, dasar anak ABG. Tapi kali ini mereka sempat tercengang melihat jilbab yang kukenakan sama seperti ibu ketika pertama kali melihatku.
Seperti strategi Rasulullah yang menawarkan Islam langsung ke raja-raja atau penguasa maka akupun menjadikan Ibu sebagai target utama, karena ketika Ibu sudah sepaham denganku atau menerima prinsip yang kupegang maka ibu akan mendorong adik-adik untuk sama seperti aku. Maka ku berazam akan memulainya dengan perbuatan baru kemudian perkataan.
Yang dulunya subuh hampir selalu kesiangan, sekarang aku harus bisa bangun lebih dulu dari ibu, yang dulunya harus menerima perintah dari ibu baru kumulai bekerja sekarang tanpa disuruh pun aku mulai bekerja, dari cuci piring hingga cuci piring kembali. Begitu setiap hari. Ternyata jadi anak baik itu menyenangkan, disamping mendapat pahala, aku juga diamanahkan menjadi asisten ibu selama libur semester ini, aku diajari cara me-manage uang belanja keluarga bahkan sekarang pendapatku sangat dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan yang bersangkutan langsung dengan keadilan dan kesejahteraan keluarga ini. Prestasi yang luar biasa!!!.
Selidik punya selidik, ibu sepertinya mulai menghapus pikiran-pikiran negatifnya mengenai jilbabku, malah ibu sempat memujiku di depan adik-adik. Kata Dhika adikku, ibu bilang aku semakin dewasa dengan jilbab, semakin sabar menghadapi kenakalan Dhika CS, dan semakin mengerti kewajibannya sebagai anak, blablabla….., Dhika sampai lupa apa-apa saja yang dikatakan ibu sangkin panjangnya komentar dan nasihat yang ibu berikan. Kebiasaan ibu memang tidak pernah berubah, sekali berkhutbah di depan anak-anaknya bisa sampai sejam. Ibu yang luar biasa.
Tidak terasa libur panjang selama sebulan lebih sudah berakhir, kuciumi adik-adikku satu persatu, ku peluk ibu dan ayah sesaat sebelum kulangkahkan kaki menuju bus ALS, ternyata ibu menangis, dengan suara parau ibu berpesan “nanti ketika adikmu sudah kuliah di Medan, ajak dia untuk ikut ngaji agar dia bisa seperti kamu”, tanpa menunggu aba-aba dari yang empunya, air mataku berjatuhan dengan derasnya. Ayah hanya tersenyum melihat dua wanita yang ia cintai saling tangis menangisi. Kupeluk ibu erat, rasanya tak ingin kembali ke perantauan, senja itu adalah senja terindah dalam hidupku. Kudapat restu dari ibu dan ayah. Aku semakin yakin dengan pilihanku, pilihanku untuk menggunakan jilbab sesuai syariatNya. Aku sungguh mencintaiMu Rabb, teriakku dalam hati.
Hari yang cukup melelahkan setelah semalaman dalam perjalanan. Hari ini ingin kuhabiskan waktu di rumah saja, selain bersih-bersih aku juga tak ingin beraktivitas terlalu banyak, ingin tidur lebih awal agar aku bisa menemuiNya disepertiga malam, sungguh aku benar-benar ingin menemuiNya, mengucap syukur dan melepaskan tangis bersamaNya. Mengucap syukur atas kemudahan dan kekuatan yang diberikanNya, mengucap syukur atas hidup sebagai seorang muslimah yang baru.
Semester baru dan baju biru yang kukenakan cukup matching untuk suasana hatiku yang lagi haru biru karena bahagia. Zizi menjadi orang pertama yang mendengar berita bahagia ini.
“Tapi ingat ya Brinaku sayang, semakin tinggi pohon maka anginnya pun semakin kencang, semakin tinggi keimanan seseorang maka ujiannya pun akan semakin berat. Itu untuk membuktikan akreditasi keimanan kita” ucap Zizi dengan gaya ala penyair yang berapi-api.
“Iya…iya…” jawabku ketus yang dibalas Zizi dengan tawa kecilnya.
…kau mujahidah Al Khansa di abad ini
Didiklah generasi penerus perjuangan para nabi….
Lagu kesukaanku mulai terdengar, tanda ada sms masuk.
Private number???
“Assalamualaikum ukhti Brina yang sholeha….. Sungguh engkaulah wanita dengan sejuta pesona itu, semakin mempesona dengan jilbab yang kau kenakan sekarang. Ana hanya ingin mengatakan, uhibbuki fillah.
_’Sang pejuang cinta’ your secret admire_”
Gubraaaaaaak……kadal dikadalin, ya ndak mampan. Laki-laki memang sama saja, tukang gombal hanya beda redaksinya saja, substansialnya sama, gombal!!!
Tapi kok sepertinya hatiku cenat-cenut, inikah ujian selanjutnya??. Don’t worry Brina, Allah selalu bersamu.


Medan, 23 April 2011
#Junkusay







Tidak ada komentar:

Posting Komentar