“Maka nikmat
Tuhanmu yang manakah yang engkau dustakan?”
Nikmat mengenal dakwah, menjadi
bagian dari dakwah, menjadi jundullah, bertemu orang-orang sholeh, bertutur
sapa langsung dengan orang-orang yang dicintai Allah, bagiku suatu nikmat yang
luar biasa, berbagi ilmu, berbagi pengalaman, saling menasihati, saling tolong
menolong dalam kebaikan untuk merenda hidup yang lebih baik. Bukankah itu semua
nikmat yang sangat luar biasa??
“Alhamdulillah
sampe, ini dia rumah Ust. Suryanda” jelas pak Razas yang kala itu menemani kami
untuk berkunjung, mataku langsung mencuri pandang dari balik kaca mobil, untuk
memperjelas bahwa perkataan pak Razas tadi benar, tidak meleset. Rumah yang
sangat sederhana untuk ukuran anggota DPRD yang sudah duduk di kursi parlemen 2
periode. Perlahan kami memasuki halaman rumah yang tidak begitu luas, hanya ada
sebuah ayunan duduk punya anak-anak PAUD, rumah yang tidak begitu besar ini
juga dimanfaatkan sebagai PAUD gratis. Akhiranya aku dan kedua rekanku
bersantai sejenak, menikmati buaian angin sore ditemani rujak sambil menunggu
yang empunya rumah yang sedang dalam perjalanan pulang. Berselang 5 menit,
sebuah becak berhenti tepat di depan pagar rumah, aku sempat memperhatikan
ketika pak Razas menghampiri becak, ternyata sosok yang turun dari becak itu
adalah yang empunya rumah, Ust. Suryanda.
Beliau
langsung menyapa kami dan mempersilahkan masuk. Tamu adalah raja, beliau
benar-benar mempraktekkannya, menyuguhkan minuman dan berkali-kali menawari
makanan dan berkali-kali juga kami menolaknya. Dan hal yang pertama kali
kutangkap adalah tutur kata beliau yang lembut, tata bahasanya sopan, intonasinya
teratur dan tertata, menandakan bahwa ia
benar-benar menjaga sikapnya dari hal yang terkecil sekalipun.
Menapak tilasi
kehidupan beliau akan banyak pelajaran yang diperoleh, terlahir dari keluarga
dan lingkungan yang religius dan di usianya yang masih sangat muda, 3,5 tahun
beliau sudah menjadi yatim, sang ayah telah kembali kepada Pemiliknya, kepada
Sang Pencipta, membuat sosok yang satu ini ‘matang’ lebih awal dari pada
teman-teman sebayanya. Tumbuh tanpa ayah disamping tak membuatnya jadi anak yang
kurang kasih sayang, karena tidaklah Allah akan menelantarkan hamba-hambaNya
dan bukankah Sang Rasul juga mengatakan bahwa Rasul sendirilah yang menjadi
ayah dari anak-anak yatim itu, subhanallah….lihatlah betapa istimewanya mereka,
berayahkan Rasul, manusia pilihan. Manusia pilihan untuk orang-orang pilihan.
Masa kecilnya
berbeda dengan teman sebayanya, dikala semua temannya bermain dengan asyiknya,
tapi ia hanya bisa berdiam diri, bukan karena ia tidak mau atau tidak bisa
berlarian kesana kemari dengan lincahnya, tapi karena ia harus menunggui es
lilin yang ia jajakan sekedar untuk membantu orang tuanya. Ia akan menjadi
pusat perhatian teman-temannya ketika permainan hampir usai, ketika haus sudah
mulai merasuki satu persatu jiwa-jiwa yang sedang berbahagia dengan
permainannya, maka inilah moment saat beliau menjadi serbuan teman-temannya. Disekolah,
bukan hanya sekali dua kali beliau mencuci mangkok bubur yang dijajakan di
depan sekolah, jika menginginkan bubur dengan berlapang dada, beliau akan
menawarkan jasa untuk mencuci mangkok bubur, yaaa….demi semangkok bubur.
Dikala beliau
membutuhkan buku untuk latihan, bukan buku baru yang ia dapat melainkan
kumpulan buku-buku tulis bekas, satu persatu buku-buku itu kembali dibuka,
lembar demi lembar di periksa untuk mencari lembaran yang masih kosong.
Lembaran-lembaran kosong itu kemudian akan diambil dan dikumpulkan dengan
menjahitnya menjadi satu, terciptalah satu buku baru. Subhanallah…atas dasar
apa lagi kita tidak bersyukur dengan nikmat yang sekarang???
Begitulah cara
Allah mencintai orang-orang yang Ia pilih meneruskan risalah Sang Rasul, diusianya
yang masih sangat dini, ia sudah ditempah menjadi pribadi yang tangguh, pribadi
yang pantang menyerah dan selalu diajarkan untuk tetap bersyukur. Seperti Sang
Rasul yang juga ditempah bahkan sejak ia masih dalam kandungan ibunya, Siti
Aminah. Bukankah ada rencana dibalik setiap skenario yang Allah tetapkan untuk
hamba-hambanNya???.
Nda, panggilannya
di rumah, selalu teringat akan pesan budenya “miskin itu bukan aib”, maka
beliapun semakin termotivasi untuk terus bekerja tanpa ada rasa malu ataupun
gengsi, terkadang ia dan adiknya jualan nangka kalau lagi sedang berbuah, semua
yang bisa ia lakukan akan dilakukan untuk sekedar membantu ibunya.
Menginjak usia
remaja, bakatnya menjadi da’i mulai terlihat, di SMP ia selalu dapat jatah
untuk memimpin do’a baik itu ketika upacara yang diadakan setiap hari senin ataupun
acara-acara lain, tak pernah sekalipun ia ditunjuk sebagai pemimpin upacara, ia
istiqamah dengan jatah yang diberikan gurunya, membawakan doa. Ia juga sudah
mulai bersentuhan dengan dakwah melalui kegiatan-kegiatan Remaja Masjid Raya di
Timbang Galo, Pematang Siantar.
Di SMA atau
yang dulu dikenal dengan SMEA, prestasi demi prestasi mulai ia torehkan,
menjadi ketua OSIS, menjuarai pidato-pidato, bahkan mendapatkan juara 1 Qori
tingkat Provinsi Sumatera Utara, di masa SMA ini jualah beliau dipertemukan
dengan seorang guru agama yang luar biasa, bagi beliau H. Aslam Al-Huda Nst
sudah seperti ayah sendiri begitu juga dengan sang guru, ia sudah menggangap
beliau seperti anak sendiri. Disinilah beliau dibina secara intensif oleh guru
agamanya bersama dengan seorang kakak kelas beliau yang juga sekarang menjadi
Ustadz yang cukup disegani sekaligus anggota DPRD Deli Serdang, Ust. Latif Khan
biasa ia dipanggil. Bagi penulis, pak guru_H. Aslam adalah seorang murobbi yang
sukses, seorang inspirator sekaligus seorang ayah bagi anak-anak binaannya, ia
berhasil mencetak generasi Rabbani yang bahkan keduanya juga sekarang bisa
duduk dikursi parlemen.
Setamat dari
SMA, Allah kembali mempertontonkan skenarioNya, padahal kala itu sang guru sudah
menyiapkan ruangan di belakang rumahnya untuk mengajar anak-anak iqro’, karena
ia tidak mengira bahwa beliau akan bisa berkuliah dengan kondisi ekonomi yang
cukup memprihatinkan. Beliau pun menitikkan air mata haru dan bahagia karena
ternyata muridnya masih bisa melanjutkan sekolah atas bantuan adik-adik alm
ayah beliau.
Dan IAIN-SU, Fakultas tarbiyah jurusan PAI menjadi
pilihannya untuk menggali ilmu. Di dunia kampus, lagi-lagi Allah menunjukkan
cintaNya pada hambaNya yang senantiasa bersabar, beliau dipertemukan dengan
orang-orang luar biasa, melalui program Studi Islam Intensive yang merupakan recruting awal untuk menempah
calon-calon da’i, disini beliau dibina oleh Ust. Idris Lutfi yang sekarang juga
bernaung di bawah bendera PKS, seleksi alam pun terjadi hingga tinggallah
beberapa orang yang harus dipindahkan untuk optimalisasi pembinaan dan pada
titik ini beliau di pertemukan dengan sosok yang sekarang menjabat sebagai Plt.
Gubernur SUMUT, pak Gatot Pujo Nugroho, di mata belia pak Gatot adalah sosok
pribadi yang sederhana, jujur, hangat dan ramah. ”Bukan karena beliau sudah
jadi gubernur makanya ramah tapi memang sudah dari dulu begitu”, ujar ust.
Suryanda dengan senyuman khasnya.
Semasa kuliah beliau terbiasa membawa bekal atau
anak medan bilang ’bontot’ yang hanya berisikan nasi dan telur yang dikasi
kecap untuk menambah rasa dan masjid Baiturrahman Unimed menjadi saksinya,
karena biasanya beliau makan di masjid tersebut. Terkadang beliau juga hanya
memakan nasi yang hanya ditemani dengan minyak bekas atau minyak jelanta. Itu semua
ia lalui dengan tanpa banyak mengeluh dan tetap bersyukur, maka Allah pun
menambahkan nikmatNya.
Sekarang bersama istri
terkasih ustazdah Sri Prafanti, ia diamanahkan empat orang anak dan meski sudah
menjadi anggota DPRD 2 periode, ia tidak ingin menikmati harta titipan yang
diberikan padanya, ia hanya membangun rumah sederhana yang ia cita-citakan dengan
sang istri ”Rumah Dakwah”, begitu ia menyebutnya, rumah yang berlantaikan semen
itu baginya adalah syurga yang ia bangun dari nol, ia maksimalkan untuk dakwah,
”insyaAllah, nanti Allah yang akan bangun Istana di Syurganya kelak....”, tukas
beliau dengan yakin.
Rumah sederhana ini, benar-benar menjadi Rumah
Dakwah seperti cita-cita beliau, selain digunakan sebagai markas dakwah DPC PKS
Medan Petisah, disamping rumah juga ada PAUD Gratis, setiap hari sabtu akan
berubah menjadi rumah Qur’an, dan dirumah ini juga biasa digunakan untuk Dzikir
dan Do’a bersama, ustadz yang mengetahui bahwa tim reporter baru saja lulus
dari perkuliahan dan belum menikah juga menawarkan rumahnya sebagai tempat
untuk walimatul ’ursy, ”...dan jika kalian nanti akan menikah, pakai saja rumah
ini, kamar depan akan kami hias untuk kalian, semua gratis...” tukas beliau dengan
gaya bicaranya yang khas, ”subhanallah...benar-benar rumah dakwah” gumamku
dalam hati.
Setengah jam yang singkat telah berlalu, masih
banyak hal yang ingin ditanyakan, tapi waktu tak kan bisa diundur, adzan Magrib
kan berkumandang, dengan berat hati kami pun berpamitan dengan segudang
pertanyaan yang menumpuk yang sudah berebutan ingin keluar. Singkatnya pertemuan tak sesingkat ilmu
yang didapat, semoga ia bermanfaat. Dan
karena tahun, bulan, hari, jam dan bahkan detik semuanya telah terprogram dalam
mega server di Lauhin Mahfuz, termasuk juga pertemuan singkat ini. Allahu
A’lam...
*Medan, 18 Des 2012
Bagai telaga di ketandusan.
BalasHapus