Laman

Selasa, 18 Desember 2012

Merenda Hidup Hingga ke Syurga



“Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang engkau dustakan?”
Nikmat mengenal dakwah, menjadi bagian dari dakwah, menjadi jundullah, bertemu orang-orang sholeh, bertutur sapa langsung dengan orang-orang yang dicintai Allah, bagiku suatu nikmat yang luar biasa, berbagi ilmu, berbagi pengalaman, saling menasihati, saling tolong menolong dalam kebaikan untuk merenda hidup yang lebih baik. Bukankah itu semua nikmat yang sangat luar biasa??

“Alhamdulillah sampe, ini dia rumah Ust. Suryanda” jelas pak Razas yang kala itu menemani kami untuk berkunjung, mataku langsung mencuri pandang dari balik kaca mobil, untuk memperjelas bahwa perkataan pak Razas tadi benar, tidak meleset. Rumah yang sangat sederhana untuk ukuran anggota DPRD yang sudah duduk di kursi parlemen 2 periode. Perlahan kami memasuki halaman rumah yang tidak begitu luas, hanya ada sebuah ayunan duduk punya anak-anak PAUD, rumah yang tidak begitu besar ini juga dimanfaatkan sebagai PAUD gratis. Akhiranya aku dan kedua rekanku bersantai sejenak, menikmati buaian angin sore ditemani rujak sambil menunggu yang empunya rumah yang sedang dalam perjalanan pulang. Berselang 5 menit, sebuah becak berhenti tepat di depan pagar rumah, aku sempat memperhatikan ketika pak Razas menghampiri becak, ternyata sosok yang turun dari becak itu adalah yang empunya rumah, Ust. Suryanda.
Beliau langsung menyapa kami dan mempersilahkan masuk. Tamu adalah raja, beliau benar-benar mempraktekkannya, menyuguhkan minuman dan berkali-kali menawari makanan dan berkali-kali juga kami menolaknya. Dan hal yang pertama kali kutangkap adalah tutur kata beliau yang lembut, tata bahasanya sopan, intonasinya  teratur dan tertata, menandakan bahwa ia benar-benar menjaga sikapnya dari hal yang terkecil sekalipun.

Menapak tilasi kehidupan beliau akan banyak pelajaran yang diperoleh, terlahir dari keluarga dan lingkungan yang religius dan di usianya yang masih sangat muda, 3,5 tahun beliau sudah menjadi yatim, sang ayah telah kembali kepada Pemiliknya, kepada Sang Pencipta, membuat sosok yang satu ini ‘matang’ lebih awal dari pada teman-teman sebayanya. Tumbuh tanpa ayah disamping tak membuatnya jadi anak yang kurang kasih sayang, karena tidaklah Allah akan menelantarkan hamba-hambaNya dan bukankah Sang Rasul juga mengatakan bahwa Rasul sendirilah yang menjadi ayah dari anak-anak yatim itu, subhanallah….lihatlah betapa istimewanya mereka, berayahkan Rasul, manusia pilihan. Manusia pilihan untuk orang-orang pilihan.
Masa kecilnya berbeda dengan teman sebayanya, dikala semua temannya bermain dengan asyiknya, tapi ia hanya bisa berdiam diri, bukan karena ia tidak mau atau tidak bisa berlarian kesana kemari dengan lincahnya, tapi karena ia harus menunggui es lilin yang ia jajakan sekedar untuk membantu orang tuanya. Ia akan menjadi pusat perhatian teman-temannya ketika permainan hampir usai, ketika haus sudah mulai merasuki satu persatu jiwa-jiwa yang sedang berbahagia dengan permainannya, maka inilah moment saat beliau menjadi serbuan teman-temannya. Disekolah, bukan hanya sekali dua kali beliau mencuci mangkok bubur yang dijajakan di depan sekolah, jika menginginkan bubur dengan berlapang dada, beliau akan menawarkan jasa untuk mencuci mangkok bubur, yaaa….demi semangkok bubur.
Dikala beliau membutuhkan buku untuk latihan, bukan buku baru yang ia dapat melainkan kumpulan buku-buku tulis bekas, satu persatu buku-buku itu kembali dibuka, lembar demi lembar di periksa untuk mencari lembaran yang masih kosong. Lembaran-lembaran kosong itu kemudian akan diambil dan dikumpulkan dengan menjahitnya menjadi satu, terciptalah satu buku baru. Subhanallah…atas dasar apa lagi kita tidak bersyukur dengan nikmat yang sekarang???
Begitulah cara Allah mencintai orang-orang yang Ia pilih meneruskan risalah Sang Rasul, diusianya yang masih sangat dini, ia sudah ditempah menjadi pribadi yang tangguh, pribadi yang pantang menyerah dan selalu diajarkan untuk tetap bersyukur. Seperti Sang Rasul yang juga ditempah bahkan sejak ia masih dalam kandungan ibunya, Siti Aminah. Bukankah ada rencana dibalik setiap skenario yang Allah tetapkan untuk hamba-hambanNya???.

Nda, panggilannya di rumah, selalu teringat akan pesan budenya “miskin itu bukan aib”, maka beliapun semakin termotivasi untuk terus bekerja tanpa ada rasa malu ataupun gengsi, terkadang ia dan adiknya jualan nangka kalau lagi sedang berbuah, semua yang bisa ia lakukan akan dilakukan untuk sekedar membantu ibunya.
Menginjak usia remaja, bakatnya menjadi da’i mulai terlihat, di SMP ia selalu dapat jatah untuk memimpin do’a baik itu ketika upacara yang diadakan setiap hari senin ataupun acara-acara lain, tak pernah sekalipun ia ditunjuk sebagai pemimpin upacara, ia istiqamah dengan jatah yang diberikan gurunya, membawakan doa. Ia juga sudah mulai bersentuhan dengan dakwah melalui kegiatan-kegiatan Remaja Masjid Raya di Timbang Galo, Pematang Siantar.
Di SMA atau yang dulu dikenal dengan SMEA, prestasi demi prestasi mulai ia torehkan, menjadi ketua OSIS, menjuarai pidato-pidato, bahkan mendapatkan juara 1 Qori tingkat Provinsi Sumatera Utara, di masa SMA ini jualah beliau dipertemukan dengan seorang guru agama yang luar biasa, bagi beliau H. Aslam Al-Huda Nst sudah seperti ayah sendiri begitu juga dengan sang guru, ia sudah menggangap beliau seperti anak sendiri. Disinilah beliau dibina secara intensif oleh guru agamanya bersama dengan seorang kakak kelas beliau yang juga sekarang menjadi Ustadz yang cukup disegani sekaligus anggota DPRD Deli Serdang, Ust. Latif Khan biasa ia dipanggil. Bagi penulis, pak guru_H. Aslam adalah seorang murobbi yang sukses, seorang inspirator sekaligus seorang ayah bagi anak-anak binaannya, ia berhasil mencetak generasi Rabbani yang bahkan keduanya juga sekarang bisa duduk dikursi parlemen.
Setamat dari SMA, Allah kembali mempertontonkan skenarioNya, padahal kala itu sang guru sudah menyiapkan ruangan di belakang rumahnya untuk mengajar anak-anak iqro’, karena ia tidak mengira bahwa beliau akan bisa berkuliah dengan kondisi ekonomi yang cukup memprihatinkan. Beliau pun menitikkan air mata haru dan bahagia karena ternyata muridnya masih bisa melanjutkan sekolah atas bantuan adik-adik alm ayah beliau.
Dan IAIN-SU, Fakultas tarbiyah jurusan PAI menjadi pilihannya untuk menggali ilmu. Di dunia kampus, lagi-lagi Allah menunjukkan cintaNya pada hambaNya yang senantiasa bersabar, beliau dipertemukan dengan orang-orang luar biasa, melalui program Studi Islam Intensive yang merupakan recruting awal untuk menempah calon-calon da’i, disini beliau dibina oleh Ust. Idris Lutfi yang sekarang juga bernaung di bawah bendera PKS, seleksi alam pun terjadi hingga tinggallah beberapa orang yang harus dipindahkan untuk optimalisasi pembinaan dan pada titik ini beliau di pertemukan dengan sosok yang sekarang menjabat sebagai Plt. Gubernur SUMUT, pak Gatot Pujo Nugroho, di mata belia pak Gatot adalah sosok pribadi yang sederhana, jujur, hangat dan ramah. ”Bukan karena beliau sudah jadi gubernur makanya ramah tapi memang sudah dari dulu begitu”, ujar ust. Suryanda dengan senyuman khasnya.
Semasa kuliah beliau terbiasa membawa bekal atau anak medan bilang ’bontot’ yang hanya berisikan nasi dan telur yang dikasi kecap untuk menambah rasa dan masjid Baiturrahman Unimed menjadi saksinya, karena biasanya beliau makan di masjid tersebut. Terkadang beliau juga hanya memakan nasi yang hanya ditemani dengan minyak bekas atau minyak jelanta. Itu semua ia lalui dengan tanpa banyak mengeluh dan tetap bersyukur, maka Allah pun menambahkan nikmatNya.
            Sekarang bersama istri terkasih ustazdah Sri Prafanti, ia diamanahkan empat orang anak dan meski sudah menjadi anggota DPRD 2 periode, ia tidak ingin menikmati harta titipan yang diberikan padanya, ia hanya membangun rumah sederhana yang ia cita-citakan dengan sang istri ”Rumah Dakwah”, begitu ia menyebutnya, rumah yang berlantaikan semen itu baginya adalah syurga yang ia bangun dari nol, ia maksimalkan untuk dakwah, ”insyaAllah, nanti Allah yang akan bangun Istana di Syurganya kelak....”, tukas beliau dengan yakin.
Rumah sederhana ini, benar-benar menjadi Rumah Dakwah seperti cita-cita beliau, selain digunakan sebagai markas dakwah DPC PKS Medan Petisah, disamping rumah juga ada PAUD Gratis, setiap hari sabtu akan berubah menjadi rumah Qur’an, dan dirumah ini juga biasa digunakan untuk Dzikir dan Do’a bersama, ustadz yang mengetahui bahwa tim reporter baru saja lulus dari perkuliahan dan belum menikah juga menawarkan rumahnya sebagai tempat untuk walimatul ’ursy, ”...dan jika kalian nanti akan menikah, pakai saja rumah ini, kamar depan akan kami hias untuk kalian, semua gratis...” tukas beliau dengan gaya bicaranya yang khas, ”subhanallah...benar-benar rumah dakwah” gumamku dalam hati.
Setengah jam yang singkat telah berlalu, masih banyak hal yang ingin ditanyakan, tapi waktu tak kan bisa diundur, adzan Magrib kan berkumandang, dengan berat hati kami pun berpamitan dengan segudang pertanyaan yang menumpuk yang sudah berebutan ingin keluar. Singkatnya pertemuan tak sesingkat ilmu yang didapat, semoga ia  bermanfaat. Dan karena tahun, bulan, hari, jam dan bahkan detik semuanya telah terprogram dalam mega server di Lauhin Mahfuz, termasuk juga pertemuan singkat ini. Allahu A’lam...

*Medan, 18 Des 2012

1 komentar: